A. TUJUAN
Tujuan praktikum ini
adalah mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang
bersifat asam lemah.
B.
LANDASAN
TEORI
Kelarutan
didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersin molekuler
homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fiska dan kimia zat
terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH
larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat
terlarut (Martin,dkk,1990).
Fase
larutan yaitu solvent atau solute dapat berupa gas, zat cait atau
zat padat. Perbedaan antara pelarut dan zat terlarut sebenarnya relatif. Suatu
zat pada saat tertentu dapat berupa zat terlarut dan pada saat yang lain berupa
pelarut. Kepekaan suatu larutan adalah jumlah zat yang terlalut dalam suatu larutan
(sumardjo, 2008).
Faktor
- faktor penting yang mempengaruhi kelarutan zat adalah temperatur, sifat dari
pelarut dan kehadiran ion – ion lainnya dalam larutan tersebut. Termasuk dalam
kategori terakhir ini adalah ion – ion yang mungkin dan mungkin juga tidak
bergabung dalam ion – ion pada benda padat, seperti juga ion – ion atau molekul
– molekul yang membentuk molekul – molekul yang sedikit terurai atau ion – ion
kompleks dengan ion – ion dari benda padat (Underwood, 2002).
Kelarutan
merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada
tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi sediaan. Beberapa
metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, antara lain: melalui
pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal (polimorfi) atau
penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks, surfaktan dan cosolven (Erindyah dan Anita, 2005).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan
penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia
baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari
obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan,
dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh.
Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat
disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat
tersebut sangat berkaitan (Jufri, M., dkk., 2004).
Faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses absorpsi, anatara lain
kelarutan obat. Obat – obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju
pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu
mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat
(Zulkarnain, 2008).
Salah satu bahan pengawet yang
sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoat (C6H5COOH). Pengawet ini
sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam. Bahan ini
bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan
bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu
permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu
enzim intraseluler. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk
garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya (Siaka, 2009).
C. ALAT DAN BAHAN
1.
Alat
Alat – alat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah :
·
Batang Pengaduk
·
Gelas Kimia
·
Gelas Ukur
·
Kertas Saring
·
Labu Takar
·
Oven
·
Pipet Tetes
·
Tabung Reaksi
2.
Bahan
Bahan – bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah :
·
Asam Benzoat
·
Asam Salisilat
·
Natrium Salisilat
D. PROSEDUR KERJA
pH 4
|
pH 4,2
|
pH 4,5
|
pH 5
|
-
Ditambahkan asam
benzoat 0,2 gram
-
Dikocok selama 20 menit
-
Disaring menggunakan
kertas saring
yang
telah ditimbang
Filtrat
|
Residu
|
- Dikeringkan
dalam oven
-
Ditimbang kertas saring
pH
4 = 0,09
M
pH
4,2 = 0,08 M
pH
4,5 = 0,14 M
pH
5 = 0,58 M
F.
PEMBAHASAN
Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang
menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah
terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan semu merupakan
keadaan di mana suatu zat terlarut seolah-olah telah larut seluruhnya dan zat
pelarut, namun sebenarnya masih terdapat bagian zat terlarut yang tidak larut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan antara lain suhu dimana suhu dapat mempermudah kelarutan suatu zat,
luas permukaan dimana semakin luas permukaannya maka zat akan mudah larut, luas
partikel semakin sempit partikelnya maka zat mudah untuk larut, salting out dimana jika suatu larutan
ditambahkan zat lain maka kelarutannya akan menurun, salting in dimana jika larutan ditambahkan zat lain maka
kelarutannya akan meningkat.
Percobaan ini bermanfaat dalam bidang
farmasi yaitu untuk melihat bagaimana kelarutan semu pada bahan – bahan obat.
Kelarutan merupakan parameter yang penting diketahui dalam penelitian
preformulasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat
terabsorpsi menembus membran, obat harus melalui fase pelarutan didalam cairan
tubuh. Kelarutan semu merupakan kelarutan suatu zat yang seolah – olah larut
semuanya namun masih ada sebagian zat tersebut yang belum larut. Sehingga pada
saat kita keringkan akan membentuk endapan.
Asam benzoat merupakan salah satu
senyawa organik golongan asam aromatik. Untuk mengukur nilai kelarutan semu
asam benzoat, digunakan larutan dapar fosfat dengan berbagai pH tertentu, yaitu
pH 4 ; 4,2 ; 4,5 ; dan 5 . Digunakan larutan buffer asam salisilat karena
larutan buffer merupakan larutan yang tidak mengalami perubahan pH walaupun
ditambahkan sedikit asam maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai
pelarut untuk melarutkan asam benzoat yang bersifat asam lemah. Penggunaan pH
yang dibuat bervariasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH
terhadap kelarutan semu asam benzoat, sehingga variabel bebas dalam hal ini
larutan buffer asam salisilat harus dibuat bervariasi.
Asam benzoat dilarutkan dalam larutan buffer
dengan ukuran pH yang telah ditentukan sebelumnya secara bersamaan ada
tiap-tiap pH yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengocokan. Pengocokan
dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dalam percobaan
yang telah dilakukan, pengocokan dilakukan selama 20 menit. Setelah pengocokan
selama 20 menit, akan tampak bagian asam benzoat yang tidak larut dalam larutan
buffer. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam benzoat memiliki kelarutan semu.
Metode yang digunakan dalam percobaan
ini adalah metode gravimetri, di mana dilakukan penimbangan terhadap asam benzoat
sebelum dan sesudah dilarutkannya asam benzoat dalam larutan buffer.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh berat asam benzoat yang tidak larut
dari mengurangkan berat kertas saring akhir (berat kertas saring dan sisa asam
benzoat yang tidak larut) dengan berat kertas saring awal.
Hasil reaksi kimia antara asam benzoat
dan larutan dapar ini menghasilkan endapan putih yang merupakan sisa benzoat
yang tidak larut. Endapan yang terbentuk karena molekul asam benzoat tidak
terdisosiasi diperoduksi dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai kelarutan.
Pada saat proses solvasi, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan
tergantikan dengan tarikan antara larutan buffer dan asam benzoat, sehingga
terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut dimana hal
ini memungkinkan interaksi antara zat
terlarut dan pelarut tetap stabil.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini
yaitu pH 4 asam benzoat yang larut yaitu 0,07 gram dengan konsentrasi kelarutan
semunya 0,09 M adalah, pH 4,2 asam benzoat yang larut yaitu 0,05 gram dengan
konsentrasi kelarutan semunya adalah 0,08 M, pH 4,5 asam benzoat yang larut
yaitu 0,06 gram dengan konsentrasi kelarutan semunya adalah 0,14 M dan pH 5
asam benzoat yang larut yaitu 0,01 gram dengan konsentrasi kelarutan semunya
adalah 0,58 M . Perubahan pH berbanding lurus dengan
kelarutan semu-nya. Maksudnya ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan,
maka semakin besar juga kelarutan semu zat tersebut. Namun, berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, tampak bahwa kelarutan semu asam benzoat tidak
berbanding lurus terhadap perubahan pH larutan buffer yang digunakan, tetapi
nilainya naik turun.
Ketidak sesuaian
hasil yang didapat terhadap kelarutan semu asam benzoat kemungkinan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, dipengaruhi juga oleh kurang maksimalnya pengocokkan yang
dilakukan sehingga tidak memperoleh hasil yang sempurna pada bagian asam
benzoat yang tidak larut. Selain itu, dipengaruhi pula saat proses penyaringan
dengan menggunakan kertas saring. Saat percobaan, dalam proses penyaringan masih
terdapat bagian asam benzoat yang tidak larut dalam gelas kimia sehingga tidak
diperoleh dengan sempurna bagian asam benzoat yang tidak larut. Oleh sebab itu,
perlu diperhatikan pula tahap-tahap dalam melakukan percobaan, dimulai dari
proses penimbangan, melarutkan asam benzoat dengan larutan buffer,proses
pengeringan, hingga proses penimbangannya.
G.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan pH mempengaruhi
kelarutan asam benzoat (asam lemah), di mana semakin tinggi nilai pH, maka
semakin tinggi pula nilai kelarutan asam benzoat (asam lemah). Kelarutan semu
yang didapat dari percobaan ini adalah pH 4 kelarutan semunya adalah 0,09 M, pH
4,2 kelarutan semunya adalah 0,08 M, pH 4,5 kelarutan semunya adalah 0,14 M dan
pH 5 kelarutan semunya adalah 0,58 M
DAFTAR
PUSTAKA
Erindyah dan
Anita Sukmawati, 2005, Peningkatan Kelarutan Pentagamavunon-1 Melalui
Pembentukan Kompleks Dengan Polivinil Pirolidon, Jurnal Penelitian Sains
& Teknologi, Vol. 6, No. 2, halaman : 127 – 137.
Jufri,
Mahdi., Asnimar Binu, Dan Julia Rahmawati. 2004. Formulasi Gameksan Dalam
Bentuk Mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No. 3, halaman : 160 – 174.
Martin,
Alfred., James Swarbrick., Arthur Cammarata, 1990, Farmasi Fisik : Dasar – Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik,
Universtitas Indonesia Press, Jakarta.
Siaka,I.M.,
2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat Yang Beredar Di Wilayah
Kota Denpasar, Jurnal Kimia, Vol 3, No 2-5, Halaman : 88.
Sumardjo,
Darmin, 2008, Pen11gantar Kimia Buku
Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran, EGC, Jakarta.
Underwood,
A.L., Dan R.A. Day. Jr, 2002, Analisis
Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Zulkarnain,
Abdul K., Arunidita Kusumawida., Triani Kurniawati, 2008. Pengaruh Penambahan
Tween 80 Dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksisam Melalui Usus In
Situ, Majalah Farmasi, Vol 19, No 1, Halaman 1 – 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar