Jumat, 05 Februari 2016

Laporan Farmasi Fisik I - Kelarutan Semu / Total (Apparent Solubillty)



A.  TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B.  LANDASAN TEORI
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersin molekuler homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fiska dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,dkk,1990).
Fase larutan yaitu solvent atau solute dapat berupa gas, zat cait atau zat padat. Perbedaan antara pelarut dan zat terlarut sebenarnya relatif. Suatu zat pada saat tertentu dapat berupa zat terlarut dan pada saat yang lain berupa pelarut. Kepekaan suatu larutan adalah jumlah zat yang terlalut dalam suatu larutan (sumardjo, 2008).
Faktor - faktor penting yang mempengaruhi kelarutan zat adalah temperatur, sifat dari pelarut dan kehadiran ion – ion lainnya dalam larutan tersebut. Termasuk dalam kategori terakhir ini adalah ion – ion yang mungkin dan mungkin juga tidak bergabung dalam ion – ion pada benda padat, seperti juga ion – ion atau molekul – molekul yang membentuk molekul – molekul yang sedikit terurai atau ion – ion kompleks dengan ion – ion dari benda padat (Underwood, 2002).
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi sediaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, antara lain: melalui pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal (polimorfi) atau penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks, surfaktan dan cosolven (Erindyah dan Anita, 2005).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri, M., dkk.,  2004).
Faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses absorpsi, anatara lain kelarutan obat. Obat – obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat (Zulkarnain, 2008).
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoat (C6H5COOH). Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya (Siaka, 2009).

C.  ALAT DAN BAHAN
1.    Alat
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·      Batang Pengaduk
·      Gelas Kimia
·      Gelas Ukur
·      Kertas Saring
·      Labu Takar
·      Oven
·      Pipet Tetes
·      Tabung Reaksi
2.    Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·      Asam Benzoat
·      Asam Salisilat
·      Natrium Salisilat
  
D.  PROSEDUR KERJA
pH 4

pH 4,2

pH 4,5

pH 5

 




-     Ditambahkan asam benzoat 0,2 gram
-     Dikocok selama 20 menit
-     Disaring menggunakan kertas saring
yang telah ditimbang

Filtrat

Residu
                                              

-     Dikeringkan dalam oven
-     Ditimbang kertas saring
pH 4    =  0,09 M
pH 4,2 =  0,08 M
pH 4,5 =  0,14 M
pH 5    =  0,58 M

F.   PEMBAHASAN
Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan semu merupakan keadaan di mana suatu zat terlarut seolah-olah telah larut seluruhnya dan zat pelarut, namun sebenarnya masih terdapat bagian zat terlarut yang tidak larut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain suhu dimana suhu dapat mempermudah kelarutan suatu zat, luas permukaan dimana semakin luas permukaannya maka zat akan mudah larut, luas partikel semakin sempit partikelnya maka zat mudah untuk larut, salting out dimana jika suatu larutan ditambahkan zat lain maka kelarutannya akan menurun, salting in dimana jika larutan ditambahkan zat lain maka kelarutannya akan meningkat.
Percobaan ini bermanfaat dalam bidang farmasi yaitu untuk melihat bagaimana kelarutan semu pada bahan – bahan obat. Kelarutan merupakan parameter yang penting diketahui dalam penelitian preformulasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat terabsorpsi menembus membran, obat harus melalui fase pelarutan didalam cairan tubuh. Kelarutan semu merupakan kelarutan suatu zat yang seolah – olah larut semuanya namun masih ada sebagian zat tersebut yang belum larut. Sehingga pada saat kita keringkan akan membentuk endapan.
Asam benzoat merupakan salah satu senyawa organik golongan asam aromatik. Untuk mengukur nilai kelarutan semu asam benzoat, digunakan larutan dapar fosfat dengan berbagai pH tertentu, yaitu pH 4 ; 4,2 ; 4,5 ; dan 5 . Digunakan larutan buffer asam salisilat karena larutan buffer merupakan larutan yang tidak mengalami perubahan pH walaupun ditambahkan sedikit asam maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan asam benzoat yang bersifat asam lemah. Penggunaan pH yang dibuat bervariasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap kelarutan semu asam benzoat, sehingga variabel bebas dalam hal ini larutan buffer asam salisilat harus dibuat bervariasi.
Asam benzoat dilarutkan dalam larutan buffer dengan ukuran pH yang telah ditentukan sebelumnya secara bersamaan ada tiap-tiap pH yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengocokan. Pengocokan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dalam percobaan yang telah dilakukan, pengocokan dilakukan selama 20 menit. Setelah pengocokan selama 20 menit, akan tampak bagian asam benzoat yang tidak larut dalam larutan buffer. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam benzoat memiliki kelarutan semu.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri, di mana dilakukan penimbangan terhadap asam benzoat sebelum dan sesudah dilarutkannya asam benzoat dalam larutan buffer. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh berat asam benzoat yang tidak larut dari mengurangkan berat kertas saring akhir (berat kertas saring dan sisa asam benzoat yang tidak larut) dengan berat kertas saring awal.
Hasil reaksi kimia antara asam benzoat dan larutan dapar ini menghasilkan endapan putih yang merupakan sisa benzoat yang tidak larut. Endapan yang terbentuk karena molekul asam benzoat tidak terdisosiasi diperoduksi dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai kelarutan. Pada saat proses solvasi, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara larutan buffer dan asam benzoat, sehingga terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut dimana hal ini  memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu pH 4 asam benzoat yang larut yaitu 0,07 gram dengan konsentrasi kelarutan semunya 0,09 M adalah, pH 4,2 asam benzoat yang larut yaitu 0,05 gram dengan konsentrasi kelarutan semunya adalah 0,08 M, pH 4,5 asam benzoat yang larut yaitu 0,06 gram dengan konsentrasi kelarutan semunya adalah 0,14 M dan pH 5 asam benzoat yang larut yaitu 0,01 gram dengan konsentrasi kelarutan semunya adalah 0,58 M . Perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutan semu-nya. Maksudnya ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka semakin besar juga kelarutan semu zat tersebut. Namun, berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, tampak bahwa kelarutan semu asam benzoat tidak berbanding lurus terhadap perubahan pH larutan buffer yang digunakan, tetapi nilainya naik turun.
Ketidak sesuaian hasil yang didapat terhadap kelarutan semu asam benzoat kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, dipengaruhi juga oleh kurang maksimalnya pengocokkan yang dilakukan sehingga tidak memperoleh hasil yang sempurna pada bagian asam benzoat yang tidak larut. Selain itu, dipengaruhi pula saat proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Saat percobaan, dalam proses penyaringan masih terdapat bagian asam benzoat yang tidak larut dalam gelas kimia sehingga tidak diperoleh dengan sempurna bagian asam benzoat yang tidak larut. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan pula tahap-tahap dalam melakukan percobaan, dimulai dari proses penimbangan, melarutkan asam benzoat dengan larutan buffer,proses pengeringan, hingga proses penimbangannya.



G.    KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan pH mempengaruhi kelarutan asam benzoat (asam lemah), di mana semakin tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula nilai kelarutan asam benzoat (asam lemah). Kelarutan semu yang didapat dari percobaan ini adalah pH 4 kelarutan semunya adalah 0,09 M, pH 4,2 kelarutan semunya adalah 0,08 M, pH 4,5 kelarutan semunya adalah 0,14 M dan pH 5 kelarutan semunya adalah 0,58 M

DAFTAR PUSTAKA
Erindyah dan Anita Sukmawati, 2005, Peningkatan Kelarutan Pentagamavunon-1 Melalui Pembentukan Kompleks Dengan Polivinil Pirolidon, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 6, No. 2, halaman : 127 – 137.

Jufri, Mahdi., Asnimar Binu, Dan Julia Rahmawati. 2004. Formulasi Gameksan Dalam Bentuk Mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No. 3, halaman : 160 – 174.

Martin, Alfred., James Swarbrick., Arthur Cammarata, 1990, Farmasi Fisik : Dasar – Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universtitas Indonesia Press, Jakarta.

Siaka,I.M., 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat Yang Beredar Di Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia, Vol 3, No 2-5, Halaman : 88.

Sumardjo, Darmin, 2008, Pen11gantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran, EGC, Jakarta.

Underwood, A.L., Dan R.A. Day. Jr, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Zulkarnain, Abdul K., Arunidita Kusumawida., Triani Kurniawati, 2008. Pengaruh Penambahan Tween 80 Dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksisam Melalui Usus In Situ, Majalah Farmasi, Vol 19, No 1, Halaman 1 – 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar