Sabtu, 06 Februari 2016

Penyakit Jantung Hipertensi



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10% (Panggabean, 2006).
Penyakit jantung hipertensif merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. Penyebab penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang berlangsung kronis kronis, namun penyebab tekanan darah tinggi dapat beragam. Esensial hipertensi menyumbang 90% dari kasus hipertensi pada orang dewasa, hipertensi sekunder berjumlah 10% dari sisa kasus kronis hipertensi.
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.  Terdapat dua macam kelainan tekanan darah darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah (Anggara dan Nanang, 2013).
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot  jantung yang menebal (Miller, 2008).
Hipertensi dan tak terkontrol dan berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai perubahan  dalam struktur miokard, pembuluh darah koroner, dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini pada gilirannya dapat menyebabkan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit arteri koroner (CAD), berbagai penyakit sistem konduksi, serta disfungsi sistolik dan diastolik dari miokardium, yang bermanifestasi klinis sebagai angina atau infark miokard, aritmia jantung ( terutama fibrilasi atrium), dan gagal jantung kongestif (CHF). Dengan demikian, penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan secara umum untuk penyakit jantung, seperti LVH, penyakit arteri koroner, aritmia jantung, dan CHF, yang disebabkan oleh efek langsung atau tidak langsung dari hipertensi (Diamond dan Robert, 2005).
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut (Riaz, 2008).
Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat,pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai tekhnik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan fisis, Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan LDL, trigliserida.
Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non farmakologi) dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin, antagonis aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium, vasodilator langsung (Baim, 2008).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa  obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi  hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi (Miller, 2008).

B.   Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ilimiah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui pengertian penyakit jantung hipertensif.
2.    Untuk mengetahui penyebab penyakit jantung hipertensif.
3.    Untuk mengetahui patomekanisme penyakit jantung hipertensif.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Penyakit Jantung Hipertensif
Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas nilai normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi nomal. Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan kardiovaskuler. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut, misalnya otak, jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara prematur. Penyulit pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit jantung hipertensif atau disebut juga sebagai Hipertensive Heart Disease (HHD).
Penyakit Jantung Hipertensif adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari left ventricular hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis.
Penyakit jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. Sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis  mengalami pembesaran ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat kemungkinan lebih dapat terkena  dan memiliki resiko kematian akibat kegagalan jantung kongestif, gangguan  ritme jantung (ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung (myocardial infarction).
Penyakit jantung hipertensif diketahui bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner.

B.   Penyebab Penyakit Jantung Hipertensif
Penyebab penyakit jantung hipertensi salah satunya disebabkan  tekanan darah tinggi yang berlangsung kronis, namun penyebab tekanan darah tinggi dapat beragam. Esensial hipertensi menyumbang 90% dari kasus hipertensi pada orang dewasa, hipertensi sekunder berjumlah 10% dari sisa kasus kronis hipertensi. Jika penyebabnya tidak diketahui dan keadaan ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan  meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui disebut hipertensi sekunder.
Penyebab lainnya yaitu kegemukan (obesitas),  gaya hidup yang tidak aktif  (malas berolah raga),  stres, alkohol  atau  garam dalam makanan;  bisa  memicu  terjadinya  hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara  waktu,  jika stres  telah berlalu,  maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Penyakit jantung hipertensi merujuk pada suatu kondisi yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (Hipertensi). Hipertensi yang berlangsung lama dan tidak terkontrol dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dalam sistem konduksi jantung. Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan beban kerja jantung dan lama kelamaan dapat mengakibatkan otot jantung mengalami penebalan. Akibat dari jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, maka ventrikel kiri akan mengalami pembesaran dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya berkurang. Hipertensi juga berpengaruh terhadap peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut akan meningkatkan resiko serangan jantung. Penyakit jantung hipertensi merupakan faktor utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.
Gejala dari penyakit jantung hipertensi bergantung dari durasi, keparahan dan tipe dari penyakit. Bagaimanapun, penderita hipertensi dapat atau tidak dapat mengetahui bahwa ia menderita hipertensi,  ituah mengapa hipertensi disebut sebagai “the silent killer
Pasien dengan yang hanya mengalami LVH biasanya asimtomatik, sampai LVH berkembang menjadi disfungsi diastole dan gagal jantung. Gejala Gagal jantung meliputi exertional and nonexertional dyspnea (New York Heart Association [NYHA] kelas I-IV); ortopnea ; paroksismal nokturnal dispnea, kelelahan (lebih sering terjadi pada disfungsi sistolik), edema pergelangan kaki; sakit perut akibat sekunder dari congesti, distensi hepar. Pasien dapat juga dijumpai dengan edema paru akut akibat dekompensasi tiba-tiba dari disfungsi LV sistolik atau diastolik disebabkan oleh faktor  seperti kenaikan akut pada BP, ketidak bijaksanaan diet, atau iskemia miokard. Pasien dapat mengalami aritmia jantung, terutama fibrilasi atrium, atau mereka dapat mengembangkan gejala gagal jantung secara diam diam dari waktu ke waktu.
C. Patomekanisme Penyakit Jantung Hipertensif
Patomekanisme penyakit jantung hipertensi sangat kompleks dengan melibatkan hemodinamik,struktural, neuroendokrin, seluler dan faktor molekuler. Faktor-faktor ini memainkan peran integral dalam pengembangan hipertensi dan komplikasinya, namun, peningkatan BP sendiri dapat memodulasi faktor-faktor ini. Peningkatan BP menyebabkan perubahan yang merugikan dalam struktur jantung dan fungsi dalam 2 cara: langsung, oleh peningkatan afterload, dan secara tidak langsung, oleh perubahan neurohormonal dan pembuluh darah.
            Sekitar 60% dari varians massa ventrikel kiri / left ventricle  (LV) dapat dipengaruhi oleh faktor  genetik secara independen dari tekanan darah. Peningkatan jumlah gen yang diidentifikasi berkontribusi terhadap perkembangan penyakit jantung hipertensi. Kebanyakan tampaknya menargetkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, meskipun beberapa variasi genetik baru diidentifikasi  tampaknya mempengaruhi jalur lain, termasuk jenis natriuretic peptide receptor gene dan G-protein ß3 subunit gene yang mempengaruhi Na+,H+ exchanger activity.
Beberapa dari varian gen ini mempromosikan LVH pada penderita hipertensi. Gen lainnya telah diidentifikasi yang mempengaruhi kontraktilitas miokard, misalnya, myosin-binding protein C (MyBPC) gene, and the ß- adrenergic receptor kinase (ßARK) gene.  terdapat gen lainnya yang diidentifikasi yang muncul untuk memodulasi disfungsi diastolik.
Urutan kejadian yang mengarah dari stres seluler dengan mekanisme hipertrofy adalah karena interaksi antara beberapa sistem yang menerjemahkan terjadinya stress pada cardiac myocyte hypertrophy. Coupling dari sinyal hipertrofi pada membran sel dengan pemograman ulang ekspresi gen kardiomiosit melibatkan rilis kalsium intraselular, yang merupakan respon awal untuk myocyte meregangkan dan rangsangan humoral lainnya, termasuk angiotensin II, fenilefrin dan endotelin. Peningkatan hasil kalsium intraseluler dalam pengaktifan kalsineurin fosfatase, yang kemudian dephosphorylates transcription factor NFAT3 , mengakibatkan translokasi ke nukleus. Dalam inti, berinteraksi AT3 dengan faktor lain transkripsi, GATA4, untuk memulai transkripsi gen yang mengarah  ke myocyte hypertrophy , pada rantai ß-myosin heavy chain dan ß-skeletal actin (Gambar 1). Pada respon terjadinya hipertrofi, gen lain juga diregulasi, seperti  atrial natriuretic peptide dan phospholamban. Ada jalur lain yang  berinteraksi dengan jalur kalsineurin-NFAT untuk mengatur pertumbuhan myocyte jantung. mitogen-activated protein kinase (MAPK) merupakan jalur muncul untuk mengatur kalsineurin  melalui c-jun N-terminal kinases (JNKs) dan extracellular signal- regulated kinases (ERKs).
Sedangkan transisi dari LVH sehingga menyebabkan gagal jantung melibatkan banyak faktor, peningkatan fibrosis memainkan peran sentral. Stres oksidatif, hipertensi arteri, kemungkinan besar memainkan beberapa peran dalam proses ini dengan mempromosikan apoptosis kardiomiosit dan  fibrosis. Hal ini ditunjukkan dalam aortic-banded experimental rat model of concentric LVH. Sebagai bagian dari respon hipertrofi, fibroblas jantung mengalami perubahan fenotipik, dengan asumsi konfigurasi myofibroblast. Stimulasi dari myofibroblasts  kemudian berproliferasi dan mengalami peningkatan produk matriks protein ekstraseluler, termasuk fibronektin, laminin,dan kolagen I dan III. Hal ini menyebabkan fibrosis progresif. Banyak dari proses ini dikendalikan oleh integrins, yang reseptor permukaan sel  menengahi kemampuan sel untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Satu integrin tersebut, disebut osteopontin, telah  ditargetkan untuk penanganan untuk meningkatkan fungsi diastolik (lihat di bawah). Faktor lain yang mempengaruhi fibrosis adalah disregulasi dari interaksi antara matrix metalloproteinases (MMPs) dan inhibitor mereka, inhibitor jaringan dari metalloproteinase (TIMPS). MMPs adalah enzim-enzim yang diproduksi secara lokal dalam matriks ekstraseluler.
Gambar 1

MMPs diinhibisi oleh keluarga lain enzim, TIMPs. MMPs meningkatkan degradasi fibrillar kolagen dan matriks ekstraseluler. Pada gagal jantung, mereka menambah degradasi kolagen tipe normal, yang kemudian digantikan oleh deposit fibrosa intestinal yang memiliki konsentrasi kolagen buruk. Hal ini mendorong dilatasi ventrikel. Selain itu, pencernaan komponen matriks oleh MMPs menyebabkan  kenaikan reaktif dalam produksi faktor-faktor lain, termasuk mengubah faktor pertumbuhan ß (TGF-ß), insulin-like growth factor an fibroblast growth factor. Di antara fungsi-fungsi lainnya, TIMPs menghambat MMPs dengan mencegah aktivasi mereka di hadapan kolagen larut. Ada keseimbangan antara MMPs dan TIMPs mengatur baik produksi dan degradasi kolagen dalam matriks ekstraseluler. Keseimbangan ini terganggu pada penyakit jantung hipertensi. Enzim ini, satu yang disebut TIMP1 tampaknya memainkan peran yang lebih signifikan dalam peraturan di dalam hati manusia. Selama masa transisi dari kompensasi hipertrofi ke congestive heart failure (CHF) dekompensasi, tampaknya ada upregulation MMPs dengan inhibisi umpan balik yang tidak memadai oleh TIMP-1, mengakibatkan proliferasi fibroblas dan pengembangan fibrosis miokard. Terdapat korelasi hubungan antara sirkulasi TIMP-1 dan echocardiographic yang menunjukkan dari LVH dan fungsi diastolik (18-20). Studi ini menunjukkan bahwa tidak adequatnya inhibisi dari TIMP-1  (TIMP-resisten) menghasilkan beberapa produksi dari TIMPs. Dengan demikian mereka dapat digunakan sebagai penanda telah terjadinya fibrosis yang progresif pada penyakit jantung hipertensi.
Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya hipertrofi ventrikel kiri  konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik  terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofiventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stres yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolic.
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimtomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung)disfungsi diastolik asimtomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai  hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33%. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi  ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimtomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah  sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankancardiac output. Lama-kelamaan fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan reninangiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam peralihan fase “terkompensasi” menjadi fase “dekompensasi”. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ilmiah ini adalah Penyakit jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Penyakit jantung ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan darah dan penyebab lainnya yaitu kegemukan (obesitas),  gaya hidup yang tidak aktif  (malas berolah raga),  stres, alkohol  atau  garam dalam makanan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Febby H.D dan Nanang P., 2013, Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah DiPuskesmas Telaga Murni Cikrang Barat Tahun 2012, Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 5(1).
Baim, Donald S., 2008, Hypertensive Vascular Disease in : Horisson’s Principles Of Internal Medicine, Edisi VII, USA, The Mcgraw-Hill Companies.
Diamond, Joseph A dan Robert A.P., 2005, Hypertensive Heart Disease, Hypertension Research, Vol. 28(3).
Miller, Hypertensive heart disease-treatment, Diundah dari : http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm, Pada 2 Desember 2015.
Panggabean, Marulam., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riaz K, Ahmed A., Talavera F., Ali Y.S, Hypertensive Heart Disease, Medscape Reference Drug, Disease and Procedure, Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview, Pada 2 Desember 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar