BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit
jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder
pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai
saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10% (Panggabean,
2006).
Penyakit jantung hipertensif merujuk kepada suatu keadaan yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang
berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh
darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan
hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi,
disfungsi sistolik dan diastolik yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai
angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi
atrium) dan gagal jantung kongestif. Penyebab penyakit jantung hipertensi
adalah tekanan darah tinggi yang berlangsung kronis kronis, namun penyebab
tekanan darah tinggi dapat beragam. Esensial hipertensi menyumbang 90% dari
kasus hipertensi pada orang dewasa, hipertensi sekunder berjumlah 10% dari sisa
kasus kronis hipertensi.
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem
sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong
mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga
terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah darah, antara lain yang
dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan
darah rendah (Anggara dan Nanang, 2013).
Tekanan darah tingi adalah faktor
resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot
jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari
peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal (Miller, 2008).
Hipertensi dan tak terkontrol dan berkepanjangan dapat menyebabkan
berbagai perubahan dalam struktur miokard, pembuluh darah koroner, dan sistem
konduksi jantung. Perubahan ini pada gilirannya
dapat menyebabkan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit arteri
koroner (CAD), berbagai penyakit sistem
konduksi, serta disfungsi sistolik dan diastolik dari miokardium, yang bermanifestasi klinis sebagai angina atau infark miokard,
aritmia jantung ( terutama fibrilasi atrium), dan gagal jantung kongestif (CHF). Dengan demikian, penyakit
jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan
secara umum untuk penyakit jantung, seperti LVH, penyakit arteri koroner,
aritmia jantung, dan CHF, yang disebabkan oleh
efek langsung atau tidak langsung dari hipertensi (Diamond dan Robert,
2005).
Patofisiologi dari penyakit jantung
hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling
mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor
molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan
hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu
sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut (Riaz, 2008).
Diagnosis penyakit jantung
hipertensi didasarkan pada riwayat,pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus
menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi
diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular
lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi
konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya
hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran
tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail
mengenai tekhnik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang
penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian
besar pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen
pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan
fisis, Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada
pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada
posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi
postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi Urinalisis mikroskopik,
ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium, kalsium, dan TSH
serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol total,
HDL dan LDL, trigliserida.
Penatalaksanaan penyakit jantung
hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non farmakologi) dan terapi
farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin, antagonis aldosteron,penyekat
beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium,
vasodilator langsung (Baim, 2008).
Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor,
Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi
ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung
akibat penyakit jantung hipertensi (Miller, 2008).
B. Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ilimiah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui pengertian penyakit jantung hipertensif.
2.
Untuk
mengetahui penyebab penyakit jantung hipertensif.
3.
Untuk
mengetahui patomekanisme penyakit jantung hipertensif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Jantung Hipertensif
Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas nilai
normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme
kompensasi kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi
nomal. Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan
kardiovaskuler. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan
pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut, misalnya
otak, jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi
tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit
kardiovaskuler secara prematur. Penyulit pada jantung dan segala manifestasi
kliniknya, dinamakan penyakit jantung hipertensif atau disebut juga sebagai Hipertensive Heart Disease (HHD).
Penyakit Jantung Hipertensif adalah
istilah yang digunakan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan
yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun
tidak langsung, mulai dari left
ventricular hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,
dan penyakit jantung kronis.
Penyakit
jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder
pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan.
Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur
miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini
dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner,
gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang
nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard,
aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. Sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis
mengalami pembesaran ventrikel kiri (left
ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat kemungkinan lebih dapat
terkena dan memiliki resiko kematian akibat kegagalan jantung kongestif,
gangguan ritme jantung (ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung (myocardial infarction).
Penyakit jantung hipertensif diketahui bila dapat
dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan
bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang
menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan
diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel
kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan
terjadinya aterosklerosis koroner.
B. Penyebab Penyakit Jantung Hipertensif
Penyebab penyakit jantung
hipertensi salah satunya disebabkan tekanan darah tinggi yang berlangsung kronis,
namun penyebab tekanan darah tinggi dapat beragam. Esensial hipertensi
menyumbang 90% dari kasus hipertensi pada orang dewasa, hipertensi sekunder berjumlah
10% dari sisa kasus kronis hipertensi. Jika penyebabnya tidak diketahui dan
keadaan ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Hipertensi esensial kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya
diketahui disebut hipertensi sekunder.
Penyebab lainnya yaitu kegemukan
(obesitas), gaya hidup yang tidak
aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau
garam dalam makanan; bisa memicu
terjadinya hipertensi pada orang-orang
memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan
darah untuk sementara waktu, jika stres
telah berlalu, maka tekanan darah
biasanya akan kembali normal.
Penyakit jantung hipertensi
merujuk pada suatu kondisi yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah
(Hipertensi). Hipertensi yang berlangsung lama dan tidak terkontrol dapat
mengubah struktur miokard, pembuluh darah dalam sistem konduksi jantung. Tekanan
darah tinggi dapat meningkatkan beban kerja jantung dan lama kelamaan dapat
mengakibatkan otot jantung mengalami penebalan. Akibat dari jantung memompa
darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, maka
ventrikel kiri akan mengalami pembesaran dan jumlah darah yang dipompa jantung
setiap menitnya berkurang. Hipertensi juga berpengaruh terhadap peningkatan
kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut
akan meningkatkan resiko serangan jantung. Penyakit jantung hipertensi
merupakan faktor utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.
Gejala dari penyakit jantung
hipertensi bergantung dari durasi, keparahan dan tipe dari penyakit.
Bagaimanapun, penderita hipertensi dapat atau tidak dapat mengetahui bahwa ia
menderita hipertensi, ituah mengapa
hipertensi disebut sebagai “the silent killer”
Pasien dengan yang hanya
mengalami LVH biasanya asimtomatik, sampai LVH berkembang menjadi disfungsi
diastole dan gagal jantung. Gejala Gagal jantung meliputi exertional and
nonexertional dyspnea (New York Heart
Association [NYHA] kelas I-IV); ortopnea ; paroksismal nokturnal dispnea,
kelelahan (lebih sering terjadi pada disfungsi
sistolik), edema pergelangan kaki; sakit perut akibat sekunder dari congesti, distensi hepar. Pasien dapat juga
dijumpai dengan edema paru akut akibat dekompensasi tiba-tiba dari disfungsi LV
sistolik atau diastolik disebabkan oleh faktor
seperti kenaikan akut pada BP, ketidak bijaksanaan diet, atau iskemia
miokard. Pasien dapat mengalami aritmia jantung, terutama fibrilasi atrium,
atau mereka dapat mengembangkan gejala gagal jantung secara diam diam dari waktu
ke waktu.
C. Patomekanisme Penyakit
Jantung Hipertensif
Patomekanisme penyakit
jantung hipertensi sangat kompleks dengan melibatkan hemodinamik,struktural,
neuroendokrin, seluler dan faktor molekuler. Faktor-faktor ini memainkan peran
integral dalam pengembangan hipertensi dan komplikasinya, namun, peningkatan BP
sendiri dapat memodulasi faktor-faktor ini. Peningkatan BP menyebabkan
perubahan yang merugikan dalam struktur jantung dan fungsi dalam 2 cara:
langsung, oleh peningkatan afterload, dan secara tidak langsung, oleh perubahan
neurohormonal dan pembuluh darah.
Sekitar 60% dari varians massa ventrikel kiri / left
ventricle (LV) dapat dipengaruhi
oleh faktor genetik secara independen dari tekanan darah. Peningkatan
jumlah gen yang diidentifikasi berkontribusi
terhadap perkembangan penyakit jantung hipertensi. Kebanyakan tampaknya menargetkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, meskipun
beberapa variasi genetik baru diidentifikasi tampaknya
mempengaruhi jalur lain, termasuk jenis natriuretic peptide receptor gene dan
G-protein ß3 subunit gene yang mempengaruhi Na+,H+ exchanger activity.
Beberapa dari varian gen ini
mempromosikan LVH pada penderita hipertensi. Gen lainnya telah diidentifikasi
yang mempengaruhi kontraktilitas miokard, misalnya, myosin-binding protein C
(MyBPC) gene, and the ß- adrenergic receptor kinase (ßARK) gene. terdapat gen lainnya yang diidentifikasi yang
muncul untuk memodulasi disfungsi diastolik.
Urutan kejadian yang mengarah
dari stres seluler dengan mekanisme hipertrofy adalah karena interaksi antara
beberapa sistem yang menerjemahkan terjadinya stress pada cardiac myocyte
hypertrophy. Coupling dari sinyal hipertrofi pada membran sel dengan pemograman
ulang ekspresi gen kardiomiosit melibatkan rilis kalsium intraselular, yang
merupakan respon awal untuk myocyte meregangkan dan rangsangan humoral lainnya,
termasuk angiotensin II, fenilefrin dan endotelin. Peningkatan hasil kalsium
intraseluler dalam pengaktifan kalsineurin fosfatase, yang kemudian
dephosphorylates transcription factor NFAT3 , mengakibatkan translokasi ke
nukleus. Dalam inti, berinteraksi AT3 dengan faktor lain transkripsi, GATA4,
untuk memulai transkripsi gen yang mengarah
ke myocyte hypertrophy , pada rantai ß-myosin heavy chain dan ß-skeletal
actin (Gambar 1). Pada respon terjadinya hipertrofi, gen lain juga diregulasi,
seperti atrial natriuretic peptide dan
phospholamban. Ada jalur lain yang
berinteraksi dengan jalur kalsineurin-NFAT untuk mengatur pertumbuhan
myocyte jantung. mitogen-activated protein kinase (MAPK) merupakan jalur muncul
untuk mengatur kalsineurin melalui c-jun
N-terminal kinases (JNKs) dan extracellular signal- regulated kinases
(ERKs).
Sedangkan transisi dari LVH sehingga menyebabkan gagal jantung
melibatkan banyak faktor, peningkatan fibrosis memainkan peran sentral. Stres
oksidatif, hipertensi arteri, kemungkinan besar memainkan beberapa peran dalam proses ini dengan
mempromosikan apoptosis kardiomiosit dan fibrosis. Hal ini
ditunjukkan dalam aortic-banded experimental rat model of concentric
LVH. Sebagai bagian dari respon hipertrofi,
fibroblas jantung mengalami perubahan fenotipik, dengan asumsi konfigurasi
myofibroblast. Stimulasi dari myofibroblasts kemudian berproliferasi dan mengalami
peningkatan produk matriks protein ekstraseluler, termasuk fibronektin,
laminin,dan kolagen I dan III. Hal ini menyebabkan fibrosis progresif. Banyak
dari proses ini dikendalikan oleh integrins, yang reseptor permukaan sel menengahi kemampuan sel untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Satu integrin tersebut, disebut osteopontin, telah ditargetkan untuk penanganan untuk
meningkatkan fungsi diastolik (lihat di bawah). Faktor lain yang mempengaruhi
fibrosis adalah disregulasi dari interaksi antara matrix metalloproteinases
(MMPs) dan inhibitor mereka, inhibitor jaringan dari metalloproteinase (TIMPS).
MMPs adalah enzim-enzim yang diproduksi secara lokal dalam matriks
ekstraseluler.
Gambar 1
MMPs diinhibisi oleh keluarga lain enzim, TIMPs. MMPs meningkatkan
degradasi fibrillar kolagen dan matriks ekstraseluler. Pada gagal jantung,
mereka menambah degradasi kolagen tipe normal, yang kemudian digantikan oleh deposit fibrosa intestinal yang
memiliki konsentrasi kolagen buruk. Hal ini mendorong
dilatasi ventrikel. Selain itu, pencernaan komponen matriks oleh MMPs
menyebabkan kenaikan reaktif dalam produksi faktor-faktor lain,
termasuk mengubah faktor pertumbuhan ß (TGF-ß), insulin-like
growth factor an fibroblast growth factor. Di antara fungsi-fungsi lainnya,
TIMPs menghambat MMPs dengan mencegah aktivasi
mereka di hadapan kolagen larut. Ada keseimbangan antara MMPs dan TIMPs mengatur baik produksi dan degradasi
kolagen dalam matriks ekstraseluler. Keseimbangan
ini terganggu pada penyakit jantung hipertensi. Enzim ini, satu yang disebut
TIMP1 tampaknya memainkan peran yang lebih signifikan dalam peraturan di dalam hati
manusia. Selama masa transisi dari kompensasi
hipertrofi ke congestive heart failure (CHF) dekompensasi, tampaknya ada upregulation MMPs dengan inhibisi umpan balik yang
tidak memadai oleh TIMP-1, mengakibatkan proliferasi fibroblas dan pengembangan
fibrosis miokard. Terdapat korelasi hubungan antara sirkulasi TIMP-1 dan
echocardiographic yang menunjukkan dari LVH dan fungsi diastolik (18-20). Studi
ini menunjukkan bahwa tidak adequatnya inhibisi dari TIMP-1 (TIMP-resisten) menghasilkan beberapa
produksi dari TIMPs. Dengan demikian mereka dapat digunakan sebagai penanda
telah terjadinya fibrosis yang progresif pada penyakit jantung hipertensi.
Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di
antaranya hipertrofi ventrikel kiri konsentrik dan
hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri
konsentrik terjadi peningkatan massa dan
ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi
ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki
prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi
peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun
hipertrofiventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stres yang
ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi
miokard sistolik dan diastolic.
Gagal jantung merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi
dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat
asimtomatis (tanpa gejala).
Prevalensi (gagal jantung)disfungsi diastolik asimtomatis pada pasien
hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33%. Peningkatan
tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel
kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik sering
terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri
koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan
fibrosis. Disfungsi sistolik asimtomatis biasanya mengikuti disfungsi
diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi
ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen
ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankancardiac output.
Lama-kelamaan fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini
mengaktifkan sistem neurohormonal dan reninangiontensin, sehingga meretensi
garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah
memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi
miosit dan ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan
peranan penting dalam peralihan fase “terkompensasi” menjadi fase
“dekompensasi”. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi
ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel
kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan
risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri
serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat
diambil dari makalah ilmiah ini adalah Penyakit
jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder
pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Penyakit
jantung ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan darah dan penyebab lainnya yaitu kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau
garam dalam makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggara,
Febby H.D dan Nanang P., 2013, Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan
Darah DiPuskesmas Telaga Murni Cikrang Barat Tahun 2012, Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol.
5(1).
Baim,
Donald S., 2008, Hypertensive Vascular Disease in : Horisson’s Principles Of
Internal Medicine, Edisi VII, USA, The Mcgraw-Hill Companies.
Diamond,
Joseph A dan Robert A.P., 2005, Hypertensive Heart Disease, Hypertension Research, Vol. 28(3).
Miller, Hypertensive heart disease-treatment, Diundah dari :
http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm, Pada 2 Desember 2015.
Panggabean, Marulam., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jakarta, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riaz K, Ahmed A., Talavera F., Ali Y.S, Hypertensive Heart
Disease, Medscape Reference Drug, Disease and Procedure, Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview, Pada 2 Desember 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar