Jumat, 05 Februari 2016

Laporan Farmasi Fisik I (Kelarutan Intrinsik Obat)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK I



PERCOBAAN I



KELARUTAN INTRINSIK OBAT



 




                  NAMA             :  BRIGITA ANUGRAH P.
NIM                 : O1A 114 128
KELAS            :  D
KELOMPOK  :  I (SATU)
ASISTEN        :  SARLAN, S.Si.





JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

A.  TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan zat.

B.     LANDASAN TEORI
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersinmolekuler homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fiska dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor teempertur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,dkk,1990).
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi sediaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, antara lain: melalui pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal (polimorfi) atau penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks, surfaktan dan kosolven (Erindyah dan Anita, 2005).

Kelarutan intrinsik merupakan kelarutan dari suatu senyawa dalam bentuk molekulnya (tidak terion) di dalam larutan. Dalam melihat kelarutan intrinsik suatu obat pertama dilihat kelarutan obat di dalam 0,1 N HCl, 0,1 N NaOH dan air. Peningkatan kelarutan obat pada asam menyatakan obat tersebut basa lemah dan peningkatan kelarutan obat pada basa menyatakan obat tersebut asam lemah (Novita, G., dkk., 2012).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri, M., dkk.,  2004).

C.  ALAT DAN BAHAN
1.    Alat
Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :
·      Batang Pengaduk
·      Corong
·      Filler
·      Gelas Kimia 50 ml & 100 ml
·      Kertas Saring
·      Kuvet
·      Pipet Tetes
·      Pipet volum 25 ml
·      Spektrofotometer
·      Tabung Reaksi
·      Timbangan Analitik
2.    Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·      Alkohol 95%
·      Aquadest
·      Theophyllinum

E.  HASIL PENGAMATAN
No.
Std. Name
WL1[320.0nm]
ABS
Conc(ppm)
1

-0,111
-0,111
20
2

-0,067
-0,067
30
3

-0,062
-0,062
40
4

-0,057
-0,057
50
5

-0,059
-0,059
60


No.
Sample Name
WL1[320.0nm]
ABS
Conc(ppm)
1
Aquadest
0,006
0,006
-2.9972 Low
2
Alkohol
0,091
0,091
-43.6265 Low
3
Alkohol 10 ml + Aquadest 10 ml
0,19
0,19
-90.7736 Low
4
Alkohol 15 ml + Aquadest 5 ml
0,863
0,863
-410.8124 Low


F.     PEMBAHASAN
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam jumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielektrik pelarut dan surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi temperatur maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut cosolvent.
Interaksi obat adalah peristiwa dimana efek obat dipengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau sebelumnya. Interaksi obat yang terjadi di dalam tubuh, diantaranya meliputi interaksi farmakodinamik dan farmakokinetika. Interaksi farmakokinetika terjadi bila salah satu obat dapat mempengaruhi absorpsi, distribusi dan eliminasi metabolisme dan ekskresi obat lain, sehingga kadar obat yang terpengaruh itu akan meningkat atau menurun. Interaksi farmakodinamika adalah interaksi obat yang terjadi pada ikatan obat dan rerseptor sehingga akan mempengaruhi efek kerja obat yang ditimbulkannya.
Percobaan kelarutan intrinsik obat menggunakan alat spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometri. Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi. Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio. Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel).
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit: Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan 4 sampel yaitu Aquadest, alkohol, akuades 10 ml + alkohol 10 ml dan Akuades 5 ml + alkohol 15 ml lalu dilarutkan dengan theofilin sampai theofilin tersebut tidak dapat larut dalam sampel, larutan kemudian disaring dengan menggunakan corong dan kertas saring. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk memisahkan antara larutan sampel dengan residunya. Percobaan ini juga menggunakan larutan blanko dengan volume 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm dan 60 ppm.
Percobaan pertama dengan menggunakan sampel akuades dimasukkan kedalam kuvet bersama dengan larutan blanko dengan volume 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm dan 60 ppm dimasukkan secara bergantian diperoleh nilai absorbansi 0,006. Percobaan kedua alkohol dimasukkan dalam kuvet bersama dengan larutan blanko dengan volume yang sama maka diperoleh nilai absorbansi 0,091. Percobaan ketiga menggunakan sampel alkohol 10 ml + akuades 10 ml dimasukkan dalam kuvet bersama dengan larutan blanko maka diperoleh nilai absorbansi 0, 19. Percobaan keempat menggunakan sampel alkohol 15 ml + akuades 5 ml dimasukkan dalam kuvet bersama dengan laruta blanko maka diperoleh nilai absorbansi 0,863.
Manfaat kelarutan intrinsik obat dalam bidang farmasi yaitu dapat mengetahui dan dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat, mengatasi kesulitan – kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan.

  
DAFTAR PUSTAKA

Jufri, Mahdi., Asnimar Binu, Dan Julia Rahmawati. 2004. Formulasi Gameksan Dalam Bentuk Mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No. 3, halaman : 160 – 174.

Martin, Alfred., James Swarbrick., Arthur Cammarata, 1990, Farmasi Fisik : Dasar – Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universtitas Indonesia Press, Jakarta.


Novita, Gressy., Kamal Rullah Dan Anwar Syahadat. 2012. Studi Preformulasi Senyawa Sintesis Turunan Kalkon 3-(3-Nitrophenil)-1-Phenilprop-2-En-1-On : Kelarutan Intrinsik Dan Konstanta Ionisasi. SCIENTIA. Vol. 2 No. 1, halaman : 15 – 23.



















3 komentar: