Sabtu, 06 Februari 2016

Laporan Mikrobiologi : Makalah Pewarnaan Bakteri



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, termasuk bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat dan mengamati bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, sehingga untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel  bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Hal tersebut juga  berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel  bakteri melalui serangkaian pengecatan. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salahsatu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi.
Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya dapat ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan strukur seperti spora, flagela, dan bahan inklusi yng mengandung zat pati dan granula fosfat.
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi.
B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah pewarnaan bakteri ini adalah :
a.    Apa yang dimaksud dengan bakteri ?  
b.    Apa yang dimaksud dengan perwarnaan bakteri ?
c.    Apa – Apa saja macam – macam pewarnaan bakteri ?
d.    Bagimana prosedur kerja pewarnaan bakteri


C.  Tujuan
      Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a.    Untuk mengetahui pengertian bakteri  
b.    Untuk mengetahui pengertian pewarnaan bakteri
c.    Untuk mengetahui Macam – macam  pewarnaan bakteri
d.    Untuk mengetahui prosedur kerja pewarnaan bakteri
D.  Manfaat
       Manfaat pembuatan makalah ini adalah :
a.    Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian bakteri  
b.    Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian pewarnaan bakteri
c.    Agar mahasiswa mampu mengetahui macam – macam pewarnaan bakteri
d.    Agar mahasiswa mampu mengetahui prosedur kerja pewarnaan bakteri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pewarnaan Gram dilakukan untuk mengelompokkan bakteri menjadi 2 yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negative. Pada pewarnaan Gram, hasil yang didapat akan ditentukan dari komposisi dinding sel bakteri. Pada pewarnaan Gram ini, reagen yang digunakan ada 4 jenis, yaitu Kristal violet, iodine, alkohol dan safranin. Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristalviolet sehingga ketika diamati dengan mikroskop akan menunjukkan warna ungu sedangkan bakteri Gram negative tidak dapat mempertahankan warna ungu dari Kristal violet tetapi zat warna safranin dapat terserap pada dinding sel sehingga akan memperlihatkan warna merah. Uji biokimia untuk gram negative adalah uji oksidasi sedangkan untuk gram positif dapat dilakukan pewarnaan endospora (Pratita, 2012) .
Pewarnaan gram merupakan salah satu metode untuk mengetahui morfologi bakteri, yang bermanfaat untuk mengetahui apakah biakan bakteri masuk dalam golongan gram positif atau gram negative. Bakteri gram negative memiliki ciri – cirri tidak dapat menahan zat warna setelah dicuci dengan alkohol 95 % selama 5 sampai 10 detik (Samsundari, 2006)
Salah satu pewarnaan yang sering digunakan untuk mengindentifikasi bakteri adalah perwarnaan Gram. Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dibagi menjadi dua golongan, tergantung dari reaksi dinding sel terhadap tinta safranin atau Kristal violet. Bakteri yang tetap berwarna ungu dengan pewarnaan oleh Kristal violet disebut bakteri Gram positif, sedangkan bakteri yang warna ungunya hilang jika dibilas dengan alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda karena menahan warna merah safranin disebut bakteri Gram negative ( James, 2008 ) .
Pewarnaan Gram digunakan untuk mengetahui morfologi sel bakteri serta untuk membedakan bakteri gram positif dan gram negative. Perbedaan warna pada bakteri gram positif dan gram negative menunjukkan bahwa adanya perbedaan struktur dinding sel antara kedua jenis bakteri tersebut. Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel dengan kandungan peptidoglikan yang tebal sedangkan bakteri gram negative memiliki sturktur dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi (Fitri, 2011).
Ditinjau dari komponen penyusun dinding sel bakteri gram positif relative lebih sederhana berbanding bakteri gram negative yaitu terdiri dari dua sampai tiga lapis membrane sitoplasma yang tersusun dari asa teikhik dan asam teikhouronik berupa polimer yang larut dalam air, sedangkan dinding sel bakteri negative lebih kompleks dan lebih tebal, tersusun dari peptidoglikon, lipoprotein dan lipopolisakarida, sehingga dinding sel bakteri gram positif lebih permeable terhadap senyawa yang bersifat hidrofil dibandingkan sel bakteri gram negative (Fatimah, 2006).
Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana, dengan jumlah peptidoglikan yang relative banyak. Dinding sel bakteri gram negative memiliki peptidoglikan yang lebih sedikit dan secara structural lebih kompleks. Membrane bagian luar pada dinding sel gram negative mengandung lipopolisakarida, yaitu karbohidrat yang terikat dengan lipid. Diantara bakteri patogen, yang menyebabkan penyakit, spesies gram negative umumnya lebih berbahaya dibandingkan dengan spesies gram positif ( Campbell, 2003 ).
Kelompok bakteri gram negative ditandai dengan sel bakteri yang berwarna merah saat pengamatan secara mikroskopik. Warna merah tersebut disebabkan karena hilangnya pewarna Kristal violet pada waktu dekolorisasi dengan alkohol kemudian sel bakteri menyerap pewarna merah yaitu safranin. Bakteri gram negative mengandung lipid lebih rendah sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terdehidrasi akibat perlakuan dengan alkohol. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan daya permeabilitasnya berkurang sehingga zat warna ungu Kristal keluar dari sel kemudian sel akan menyerap safranin (Jayanti, 2010).
Respon hambatan mikroba gram positif lebih kuat dibandingkan mikroba gram negative. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komponen penyusun dinding sel antara mikroba gram positif dan gram negative. Dinding sel mikroba gram positif banyak mengandung teikoronat serta molekul polisakarida. Komponen kimia ini melindungi sel dari kegiatan lisis enzim, sedangkan zat – zat lain menentukkan reaksi sel pada pengecatan gram dan ada pula yang menarik dan mengikta bakteriofage (Purwani, 2009).
Pengecatan gram dilakukan pada kultur bakteri umur 24 jam yang ditumbuhkan pada medium MRS padat. Bakteri gram positif akan memberikan warna ungu ketika diberi cat gram. Warna ungun tersebut terjadi karena dinding sel bakteri mengikat cat Kristal violet yang diperkuat oleh iodine dan Kristal violet tersebut tidak akan hilang pada waktu diberi cat peluntur sehingga tidak terpengaruh pada saat diberi cat penutup yang berwarna merah (Romadhon, 2012).
Pewarnaan dilakukan dengan membuat bekasan isolate digelas obyek, kemudian diwarnai dengan larutan Kristal violet dan yodium secara bergantian selama beberapa menit dan dicuci dengan aquadest, selanjutnya dicuci dengan alkohol dan ditetesi dengan larutan cat penutup safranin. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop, bakteri gram positif akan Nampak berwarna ungu, sedangkan gram negative berwarna merah (Purwohadisantoso, 2009).
Pengecatan Gram merupakan salah satu pewarnaan yang paling sering digunakan. Preparatus bakteri dibuat dengan cara, mencampurkan satu usa biak bakteri dari PAD dengan NaCl fisiologis yang telah diteteskan pada gelas obyek, kemudian dibuat apus setipis mungkin, dikeringkan dan difikasi diatas lampu spiritus. Preparat apus ditetesi pewarna pertama dengan karbol gentian violet selama 2 menit, warna dibuang, ditetesi lugol selama 1 menit, kemudian preparat apus dilunturkan dengan alkohol 95 % selama 1 menit. Selanjutnya alkohol dibuang, preparat dicuci dengan aquadest dan diberi pewarna kedua dengan fuschine selama 2 menit. Warna kemudian dibuang dan dibersihkan dengan akuades, dikeringkan dan diamati morfologi sel, serta warnanya dibawah mikroskop (Dewi, 2013).
Pewarnaan Ziehl Neelsen. Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permukaan sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi tidak sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian dibiarkan dingin selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam alkohol 3% (hydrochloric acid-ethanol) dituang pada sediaan dan dibiarkan 2- 4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 1-3 menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan methylene blue 0,1% dituang sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit lalu larutan dibuang dan dicuci dengan air mengalir (Karuniawati, 2005).
Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa isolat – isolate yang diduga S. aureus secara morfologi ternyata benar – benar termasuk Gram positif karena sel bakterinya berwarna ungu. Karakteristik isolate S. aureus pada media menunjukkan bentuk koloni bulat besar, bulat kecil, berkelompok seperti buah anggur dan beberapa ireguler dengan warna putih dan kuning terdapat zona bening hemolisis (Prasetyo, 2014).
Bakteri Gram negative lainnya yang ditemukan adalah Enterobacter aerogenes dan E.coli. bakteri ini merupakan flora normal usus, bakteri tersebut ditemukan diudara bersifat sementara. Jenis bakteri Gram negative yang mengkontaminasi udara dan dapat menyebabkan bahaya pada saluran pernapasan adalah klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa (Imaniar, 2010).  
  
BAB III
PEMBAHASAN
A.  Definisi Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat sederhana yang tidak bernukleus dan sifatnya berbeda dengan organisme yang mempunyai inti sel. selain itu bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (yang berukuran mikroscopis) akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat morfologinya maka dari itu dilakukan pewarnaan bakteri yang biasa disebut pengenceran baketri. pada umumnya larutan-larutan zat warna yang digunakan adalah larutan encer yang lebih dari satu persen.
B.  Pewarnaan Bakteri
Pewarnaan bakteri pada umumnya bertujuan untuk mempermudah dalam pengamatan morfologi bakteri dengan bantuan mikroskop. Bakteri umumnya tidak berwarna dan hampir tidak terlihat karena kurang kontras dengan air dimana mereka mungkin berada. Pewarnaan sangat dibutuhkan untuk melihat bakteri dengan sangat jelas baik untuk pengamatan intraseluler maupun morfologi keseluruhan. Pewarnaan terhadap bakteri secara garis besar, dibagi menjadi dua, yaitu:
1.  Pewarnaan bakteri hidup
Pewarnaan bakteri hidup dilakukan dengan menggunakan bahan warna yang tidak toksis tetapi jarang dikerjakan karena bakteri hidup sukar menyerap warna. Pewarnaan  bakteri hidup dilakukan untuk melihat pergerakan bakteri, serta pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan tetes gantung (hanging drop)
2.  Pewarnaan bakteri mati
Pewarnaan terhadap bakteri yang telah dimatikan disebut fixed state. Pewarnaan bakteri mati bertujuan untuk melihat struktur luar bahkan struktur dalam bakteri, memperjelas ukuran bakteri dan melihat reaksi bakteri terhadap pewarna yang diberikan sehingga dapat diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari bakteri tersebut.
C.  Macam - Macam Pewarnaan bakteri
1.  Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna tunggal. Pewarna tunggal yang biasanya digunakan dalam pewarnaan sederhana adalah Methylene Blue, Basic Fuchsin, dan Crystal Violet . Semua pewarna tersebut dapat  bekerja dengan baik pada bakteri karena bersifat basa dan alkalin (kromoforiknya bermuatan positif), sedangkan sitoplasma bakteri bersifat basofilik (suka terhadap basa) sehingga terjadilah gaya tarik antara komponen kromofor pada pewarna dengan sel bakteri, hal tersebut menyebabkan bakteri dapat menyerap pewarna dengan  baik. Pewarnaan sederhana bertujuan untuk memberikan kontras antara bakteri dan latar  belakang. Pewarnaan sederhana dilakukan ketika kita ingin mengetahui informasi tentang bentuk dan ukuran sel bakteri. Gambar pewarnaan sederhana yang dilihat dibawah mikroskop
2.  Pewarnaan Negatif
Pewarnaan Negatif adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna asam seperti  Negrosin, Eosin, atau Tinta India sebagai pewarna utama. Pewarnaan negatif dilakukan  pada bakteri yang sukar diwarnai oleh pewarna sederhana seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif bertujuan untuk memberi warna gelap pada latar belakang dan tidak memberi warna pada sel bakteri. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pewarnaan negatif,  pewarna yang digunakan adalah pewarna asam dan memiliki komponen kromoforik yang bermuatan negatif, yang juga dimiliki oleh sitoplasma bakteri. Sehingga pewarna tidak dapat menembus atau berpenetrasi ke dalam sel bakteri karena negatif charge pada  permukaan sel bakteri. Pada pewarnaan negatif ini, sel bakteri terlihat transparan (tembus pandang). Gambar pewarnaan negative dilihat dari mikroskop
3.  Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan Diferensial adalah teknik pewarnaan yang dilakukan untuk mengetahui  perebedaan antara sel-sel dari tiap-tiap mikroba. Pewarnaan diferensial menggunakan dua pewarna atau lebih. Pewarnaan diferensial antara lain meliputi :
a.  Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram digunakan untuk membedakan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif berdasarkan sifat fisik dan kimia dinding sel bakteri. Pewarnaan gram menggunakan pewarna utama Kristal Violet dan pewarna tandingan Safranin.Keberhasilan metode ini sangat bergantung pada dinding sel, maka dari itu metode ini tidak dapat dilakukan pada bakteri yang tidak memiliki dinding sel seperti genus nacordia dan mycoplasma.
Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853 – 1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya. Pewarnaan ini dapat membagi bakteri menjadi gram positif dan gram negatif  berdasarkan kemampuannya untuk menahan pewarna primer (kristal ungu) atau kehilangan warna primer dan menerima warna tandingan (safranin).
Bakteri gram positif menunjukkan warna biru atau ungu dengan pewarnaan ini, sedangkan bakteri gram negatif menunjukkan warna merah. Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam presentase lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah  pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel  berwarna ungu, yang merupakan warna dari Kristal Violet.
Perwarnaan Gram menggunakan Gram A (cat Kristal violet), Gram B (Lyugol iodine), Gram C (etanol : aseton = 1:1), Gram D (cat safranin). Cat Gram A berwarna ungu (kristal violet).  Cat Gram A merupakan cat primer yang akan memberi warna mikroorganisme target.  Pada saat diberi cat ini, semua mikroorganisme akan berwarna ungu sesuai warna cat. Komposisi cat A yaitu
Ø   Kristal violet               : 2 gram
Ø    Alkohol 95%                : 20 ml  
Ø   Aquadest                    : 80 ml
Ø   Amonium oksalat          : 0,8 gram
Cat Gram B berwarna coklat.  Cat Gram B merupakan cat Mordan, yaitu cat atau bahan kimia yang berfungsi memfiksasi cat primer yang diserap mikroorganisme target.  Akibat pemberian cat Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri akan lebih baik (lebih kuat). Komposisi cat B yaitu :
Ø   Iodium             : 1 gram
Ø   Kalium iodida   : 2 gram
Ø   Aquadest          : 300ml
Cat Gram C tidak berwarna.  Cat ini berfungsi untuk melunturkan cat sebelumnya.  Akibat pemberian cat C akan terjadi 2 kemungkinan : Mikroorganisme (bakteri) akan tetap berwarna ungu, karena tahan terhadap alkohol.  Ikatan antara cat dengan bakteri tidak dilunturkan oleh alkohol.  Bakteri yang bersifat demikian disebut bakteri Gram positif dan Bakteri tidak akan berwarna, karena tidak tahan terhadap alkohol.  Ikatan antara cat dengan bakteri dilunturkan oleh alkohol.  Bakteri yang bersifat demikian dikelompokkan sebagai bakteri Gram negatif. Komposisi cat C yaitu :
Ø   Aceton             : 50 ml
Ø   Alkohol 95%    : 50 ml
Cat Gram D Merupakan cat skunder atau kontras. Cat ini berwarna merah berfungsi sebagai pemberi warna mikroorganisme non target.Cat Skunder mempunyai spektrum warna yang  berbeda dari cat primer. Akibat pemberian cat gram D yaitu Bakteri gram positif akan tetap berwarna ungu karena tidak jenuh mengikuti cat gram A sehingga tidak mampu lagi mengikat cat gram D dan Bakteri gram negatif berwarna merah karena cat sebelumnya telah dilunturkan oleh cat gram C, maka akan mampu mengikat cat gram D. Komposisi cat gram D yaitu :
Ø   Safranin O                  : 0,25 gram
Ø   Alkohol 95%                : 10 ml
Ø   Aquadest                    : 90 ml
Perbedaan dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif : Hasil pengamatan preparat bakteri gram postif dan gram negatif pada mikroskop : S. aureus, gram positif E. Coli , gram negatif
b.  Pewarnaan Tahan Asam
Beberapa spesies bakteri pada genus Mycobacterium, Cryptosporidium dan Nocardia tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme ini dapat diwarnai dengan menggunakan Karbol Fuchsin yang dipanaskan. Panas membuat pewarna dapat terserap oleh sel bakteri karena panas dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel bakteri. Sekali bakteri tahan asam menyerap karbol fuchsin, maka akan sangat sulit untuk dilunturkan dengan asam-alkohol, oleh karena itu merka disebut bakteri tahan asam.
Bakteri tahan asam memiliki kadar lemak (asam mycolic) yang tinggi pada dinding sel mereka. Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode Ziehl-Neelsen (juga disebut Hot Stain), bakteri tahan asam akan berwarna merah karena menyerap pewarna karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat pemanasan dinding sel  bakteri yang memiliki banyak lemak membuka sehingga pewarna dapat terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan asam alkohol karena pada saat suhu normal lemak pada dinding sel bakteri kembali menutup, sehingga ketika diwarnai dengan pewarna tandingan, yaitu Methylene Blue, warnanya tetap merah.
Berbeda dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap pewarna tandingan yaitu methylene blue sehingga  berwarna biru. Pada metode Kinyoun-Gabbet, tidak perlu dilakukan pemanasan, maka dari itu metode Kinyoun-Gabbet juga disebut Cold Stain. Metode Kinyoun-Gabbet tidak perlu dilakukan dengan pemanasan karena pada pewarna Kinyoun terdapat alkali fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga walau tanpa pemanasan dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel bakteri tahan asam.
Komposisi Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol 95%, dan aquades. Sebagai pewarna tandingan adalah Gabbet, yang memiliki komposisi antara lain : methylene blue, asam sulfat 96%, alkohol murni, dan aquades. Sama seperti pada metode Ziehl-Neelsen, bakteri tahan asam akan  berwarna merah, sedangkan bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.
 
4.  Pewarnaan Khusus
Pewarnaan struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri. Yang termasuk dalam pewarnaan struktural ialah :
a.  Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium. Strukturspora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai ‘endospora’ (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki  beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.
Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan  pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna merah, sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora  bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam  proses pewarnaan, sifat senyawa inilah (asam dupikolinat) yang kemudian dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Terdapat beberapa metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya yaitu metode Schaeffer-Fulton dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna yang digunakan adalah hijau malaksit dan safranin, sedangkan pada metode Dorner, pewarna yang digunakan adalah carbol fuchsin yang dipanaskan dan negrosin.
b.  Pewarnaan Kapsul

Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket pada permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak teratur dan kurang menempel dengan erat  pada sel bakteri disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh inang maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul.
Ukuran kapsul  berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies. Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa glukosa (misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula amino (misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks  polisakarida, dan glikoprotein ( misalnya B disentri).
Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan pewarnaan sederhana, pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan prosedur dari  pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya adalah ketika kita memanaskan prepat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul akan hancur, sedangakan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada preparat, bakteri akan tidak dapat menempel dengan erat dan dapat hilang ketika kita mencuci preparat. Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna Kristal Violet dan sebagai  pelunturnya adalah Copper Sulfate.
Kristal violet memberikan warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan kapsul. Namun kapsul bersifat nonionic, sehingga pewarna utama tidak dapat meresap dengan kuat pada kapsul bakteri. Copper sulfate bertindak sebagai peluntur sekaligus counterstain, sehingga mengubah warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi biru muda atau pink. Maka dari itu pada pewarnaan kapsul, kapsul akan transparan sedangakan sel bakteri dan latar belakangnya akan  berwarna biru muda atau pink.
c.   Pewarnaan Granulla
Ada beberapa metode pewarnaan granula, diantaranya adalah Loeffler, Albert dan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan adalah metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular karena tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode Albert sering dibahas pada buku-buku terbitan WHO. Granula metakromatik disebut jga granula volutin. Granula metakromatik tidak hanya ditemukan pada Corynebacterium diphteriae tetapi juga di beberapa  bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae, dan protozoa.
Granula metakromatik mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein. Granula metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan energi. Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser C.  Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades. Neisser B mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan aquades. Sedangkan neisser C mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode neisser, granula bakteri berwarna  biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A ditambah neisser B), sedangkan sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan (warna dari neisser C).
d.  Pewarnaan Flagella
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan bakteri dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah dan letak flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik, peritrik dan atrik. Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat dilihat dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang cukup. Dua metode  pewarnaan flagella, yaitu metode Gray dan metode Leifson.
Metode Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan mengena walaupun dalam metode ini tidak dilakukan pencelupan yang khusus. Pada pewarnaan flagella larutan kristal violet  bertindak sebagai pewarna utama, sedangkan asam tannic dan alumunium kalium sulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet akan membentuk endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.
D.  Prosedur Kerja Pewarnaan Bakteri
1.  Pewarnaan Sederhana
a)    Dibersihkan kaca preparat dan cover glass dengan menggunakan alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu. Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
b)   Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas kaca preparat.
c)    Dikeringkan kaca preparat dengan diangin-anginkan hingga terbentuk noda.
d)   Difiksasi dengan dipanaskan diatas nyala lampu bunsen.
e)   Didinginkan lalu diteteskan larutan zat warna crystal violet sebanyak 1 atau 2 tetes, dan dibiarkan selama 1 atau 2 menit.
f)    Dicuci dengan aquades sampai sisa-sisa zat warna tercuci seluruhnya.
g)   Dikeringkan dengan diangin-anginkan.
h)   Diamati dengan menggunakan mikroskop.
2.  Pewarnaan Negatif
a)    Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan alkohol sampai bebas lemak.
b)   Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
c)    Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas object glass.
d)   Difiksasi dengan cara dipanaskan diatas nyala lampu bunsen.
e)   Diteteskan larutan zat warna tinta cina diatas object glass hingga merata.
f)    Dikeringkan dengan diangin-anginkan.
g)   Diamati dengan menggunakan mikroskop.
3.  Pewarnaan Gram
a)    Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu.
b)   Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
c)    Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas object glass.
d)   Dikeringkan object glassdengan diangin-anginkan hingga terbentuk noda.
e)   Difiksasi dengan dipanaskan diatas lampu bunsen.
f)    Didinginkan, lalu diteteskan zat warna crystal violet sebanyak 2 atau 3 tetes dan dibiarkan selama 1 menit.
g)   Dicuci dengan aquades sampai sisa-sisa zat warna tercuci seluruhnya.
h)   Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
i)     Diteteskan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit.
j)    Dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan diangin-anginkan.
k)   Dicuci dengan alkohol selama 30 detik.
l)     Diteteskan larutan zat warna safranin sebanyak 2 atau 3 tetes.
m)  Dicuci dengan aquades.
n)    Diamati dengan menggunakan mikroskop.
4.  Pewarnaan Spora
a)    Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu.
b)   Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
c)    Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas object glass.
d)   Dikeringkan object glass dengan diangin-anginkan hingga terbentuk noda.
e)   Ditutup object glass dengan kertas saring.
f)    Diteteskan malachite green sebanyak 2 atau 3 tetes.
g)   Dilewatkan diatas api lampu bunsen hingga terlihat uap, jangan sampai zat warna mendidih dan mengering.
h)   Didiamkan 1 menit lalu dibuang kertas saring.
i)     Dicuci dengan aquades dan dibiarkan selam 30 detik.
j)    Diteteskan safranin dan dibiarkan selama 30 detik.
k)   Diangin-anginkan hingga zat warna kering.
l)     Diamati dengan menggunakan mikroskop.
5.  Cat Gram A
a)    Tobang kristal violet sebanyak 2 gram menggunakan kertas timbang pada neraca
b)   Amonium oksalat di timbang sebanya 0,8 gram
c)    Kristal violet dan amonium oksalat di campur ke dalam mortir dan dihaluskan menggunakan stampler
d)   Tambahkan 80 ml aquadest dan 20 ml alkohol 95% kedalam mortir
e)   Aduk hingga merata
f)    Masukkan larutan ke dalam botol reagen menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring
g)   Tutup, beri label, dan simpan botil reagen
h)   Keringkan kertas saring
6.  Cat Gram B
a)    Timbang sebanya 1 gram iodium menggunakan neraca yang telah dilapisi kertas timbang
b)   Timbang sebanyak 2 gram kalium iodida menggunakan neraca yang telah dilapisi kertas timbang
c)    Campurkan iodium dan kalium iodida ke dalam mortir dan haluskan menggunakan stampler
d)   Tambahkan 300 ml aquadest ke dalam mortir
e)   Aduk hinggal merat
f)    Masukkan larutan ke dalam botol reagen menggunakn corng yang telah di lapisi kertas saring
g)   Tutup, beri label, dan simpan botol reagen
h)   Keiringkan kertas saring

7.  Cat Gram C
a.    Ukur lah sebanya 50 ml aceton menggunakan gelas ukur
b.    Ukurlah sebanyak 50 ml alkohol 95% menggunakan gelas ukur
c.    Campurkan keduanya kedalam botol reagen menggunakan corong
d.    Tutup, beri label, dan simpan botol reagen
8.  Cat Gram D
a)    Timbang 0,25 gram safranin O menggunakan neraca yang telah dilapisi kertas timbang
b)   Masukkan safranin ke dalam mortir dan haluskan menggunakan stampler
c)    Tambahkan 10 ml alkohol 95% dan 90 ml aquadest ke dalam mortir
d)   Aduk hingga merata
e)   Masukkan larutan kedalam botol reagen menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring.
f)    Tutup, beri label, dan simpan botol reagen.
g)   Keringkan kertas saring
BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
           Berdasarkan pembahasan materi diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.     Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat sederhana yang tidak bernukleus dan sifatnya berbeda dengan organisme yang mempunyai inti sel.
2.    Pewarnaan bakteri pada umumnya bertujuan untuk mempermudah dalam pengamatan morfologi bakteri dengan bantuan mikroskop.
3.    Teknik perwarnaan bakteri yaitu Pewarnaan sederhana, Pewarnaan Negatif, Pewarnaan Diferensial, dan Pewarnaan Khusus.
B.    Saran
      Saran dari makalah ini kepada pembaca adalah agar pembaca tidak hanya mengacu pada materi didalam makalah ini melainkan mencari refrensi lain diluar makalah .
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Recce, Mitchell, 2003, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Dewi, Amalia K., 2013, Isolasi, Identifikasi Dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus Terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kolonprogo, Yogyakarta, Jurnal Sain Veteriner, Vol. 31, No. 2.

Fatimah, Cut, Urip H., Isma S., Safrida, Ernawati, 2006, Uji Aktivits Antibakteri Ekstrak Daun Angsana Secara In Vitro, Jurnal Ilmiah PANNMED, Vol. 1 , No. 1.

Fitri, L., Yekki Y., 2011, Isolasi Dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Kitinolitik, Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Vol. 3 , No. 2.

Imaniar, Erin, Ety Apriliana, Prambudi R., 2010, Kualitas Mikrobiologi Udara di Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar lampung, Medical Journal Of Lampung University, ISSN 2337-3776.

James, Joyce, Colin B., Helen S., 2008, Prinsip – Prinsip Sains Untuk Keperawatan, Erlangga Medical Sains, Jakarta.

Jayanti, Mirna W., Bernadetta O., Moch Y., 2010, Karakterisasi Bakteri Toleran Uranium Dalam Limbah Uranium Fase Organik TBP-Kerosin, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Karuniawati, A., E. Risdiyani, S. Nilawati, Prawoto, Y. Rosana, B. Alisyabana, L. Parwati, Wia Melia, T. M. Sudiro, 2005, Perbandingan Tan Thiam Hok, Zienhl Neelsen dan  Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan Basil. Tahan Asam Untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum, Makara Kesehatan, Vol. 9, No. 1.

Prasetyo, Budi, Elizabeth Novi K., 2014, Deteksi Gen tst Isolat Staphylococcus aureus Melalui Amplifikasi 23S rRNA Asal Usul Kambing dan Sapi Perah, Jurnal Kedokteran Hewan, Vol. 8, No. 1.

Pratita, Maria Yuli E., Surya Rosa P., 2012 , Isolasi dan Identifikasi Bakteri Termofilik Dari Sumber Mata Air Panas Di Songgoriti Setelah Dua Hari Inkubasi, Jurnal Teknik Pomits, Vol. 1, No. 1.

Purwani, Eni, Setyo Wulang N. H., Rusdin R., 2009, Respon Hambatan Bakteri Gram Positif Dan Negatif Pada Ikan Nila Yang Diaktifkan Dengan Ekstrak Jahe, Jurnal Kesehatan, Vol. 2, No. 1.

Purwohadisantoso, Kristian, Elok Z., Ella S., 2009, Isolasi Bakteri Asam Laktat Dari Sayur Kubis Yang Memiliki Kemampuan Penghambatan Bakteri Patogen, Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1. 

Romadhon, Subagiyo, Sebastian M., 2012, Isolasi dan Karaterisasi Bakteri Asam Laktat dari Usus Udang Penghasil Bakteriosin Sebagai Agen Antibakteria Produk – Produk Hasil Perikanan, Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 8, No. 1 .

Samsundari, Sri, 2006, Pengujian Ekstrak Temulawak dan Kunyit Terhadap Resistensi Bakteri Aeromonas hydrophilla Yang Menyerang Ikan Mas, Gamma, Vol. 11, No. 1 .

1 komentar:

  1. terimakasih, makalahnya sangat membantu saya dalam memahami pewarnaan bakteri

    BalasHapus