BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada di alam
ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, termasuk bakteri.
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel
bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat
dan mengamati bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit,
sehingga untuk diidentifikasi ialah dengan metode
pengecatan atau pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas
dan mudah diamati. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat
fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui
serangkaian pengecatan. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini
merupakan salahsatu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi.
Mikroba sulit dilihat dengan
cahaya karena tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya. Alasan inilah yang
menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme. Zat warna
mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya
dapat ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan strukur
seperti spora, flagela, dan bahan inklusi yng mengandung zat pati dan granula
fosfat.
Melihat dan mengamati bakteri
dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga
transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan
suatu teknik pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah
diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu
cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dari makalah pewarnaan bakteri ini adalah :
a.
Apa yang dimaksud dengan bakteri ?
b.
Apa yang dimaksud dengan perwarnaan
bakteri ?
c.
Apa – Apa saja macam – macam pewarnaan
bakteri ?
d.
Bagimana prosedur kerja pewarnaan
bakteri
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a.
Untuk mengetahui pengertian bakteri
b.
Untuk mengetahui pengertian pewarnaan
bakteri
c.
Untuk mengetahui Macam – macam pewarnaan bakteri
d.
Untuk mengetahui prosedur kerja pewarnaan
bakteri
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah :
a. Agar
mahasiswa mampu mengetahui pengertian bakteri
b. Agar
mahasiswa mampu mengetahui pengertian pewarnaan bakteri
c.
Agar mahasiswa mampu mengetahui macam –
macam pewarnaan bakteri
d.
Agar mahasiswa mampu mengetahui prosedur
kerja pewarnaan bakteri
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Pewarnaan
Gram dilakukan untuk mengelompokkan bakteri menjadi 2 yaitu bakteri Gram
positif dan bakteri Gram negative. Pada pewarnaan Gram, hasil yang didapat akan
ditentukan dari komposisi dinding sel bakteri. Pada pewarnaan Gram ini, reagen
yang digunakan ada 4 jenis, yaitu Kristal violet, iodine, alkohol dan safranin.
Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristalviolet sehingga
ketika diamati dengan mikroskop akan menunjukkan warna ungu sedangkan bakteri
Gram negative tidak dapat mempertahankan warna ungu dari Kristal violet tetapi
zat warna safranin dapat terserap pada dinding sel sehingga akan memperlihatkan
warna merah. Uji biokimia untuk gram negative adalah uji oksidasi sedangkan
untuk gram positif dapat dilakukan pewarnaan endospora (Pratita, 2012) .
Pewarnaan
gram merupakan salah satu metode untuk mengetahui morfologi bakteri, yang
bermanfaat untuk mengetahui apakah biakan bakteri masuk dalam golongan gram
positif atau gram negative. Bakteri gram negative memiliki ciri – cirri tidak
dapat menahan zat warna setelah dicuci dengan alkohol 95 % selama 5 sampai 10
detik (Samsundari, 2006)
Salah
satu pewarnaan yang sering digunakan untuk mengindentifikasi bakteri adalah
perwarnaan Gram. Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dibagi menjadi dua
golongan, tergantung dari reaksi dinding sel terhadap tinta safranin atau
Kristal violet. Bakteri yang tetap berwarna ungu dengan pewarnaan oleh Kristal
violet disebut bakteri Gram positif, sedangkan bakteri yang warna ungunya
hilang jika dibilas dengan alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda karena
menahan warna merah safranin disebut bakteri Gram negative ( James, 2008 ) .
Pewarnaan
Gram digunakan untuk mengetahui morfologi sel bakteri serta untuk membedakan
bakteri gram positif dan gram negative. Perbedaan warna pada bakteri gram
positif dan gram negative menunjukkan bahwa adanya perbedaan struktur dinding
sel antara kedua jenis bakteri tersebut. Bakteri gram positif memiliki struktur
dinding sel dengan kandungan peptidoglikan yang tebal sedangkan bakteri gram
negative memiliki sturktur dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi
(Fitri, 2011).
Ditinjau
dari komponen penyusun dinding sel bakteri gram positif relative lebih
sederhana berbanding bakteri gram negative yaitu terdiri dari dua sampai tiga
lapis membrane sitoplasma yang tersusun dari asa teikhik dan asam teikhouronik
berupa polimer yang larut dalam air, sedangkan dinding sel bakteri negative
lebih kompleks dan lebih tebal, tersusun dari peptidoglikon, lipoprotein dan
lipopolisakarida, sehingga dinding sel bakteri gram positif lebih permeable
terhadap senyawa yang bersifat hidrofil dibandingkan sel bakteri gram negative
(Fatimah, 2006).
Bakteri
gram positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana, dengan jumlah
peptidoglikan yang relative banyak. Dinding sel bakteri gram negative memiliki
peptidoglikan yang lebih sedikit dan secara structural lebih kompleks. Membrane
bagian luar pada dinding sel gram negative mengandung lipopolisakarida, yaitu
karbohidrat yang terikat dengan lipid. Diantara bakteri patogen, yang
menyebabkan penyakit, spesies gram negative umumnya lebih berbahaya dibandingkan
dengan spesies gram positif ( Campbell, 2003 ).
Kelompok
bakteri gram negative ditandai dengan sel bakteri yang berwarna merah saat
pengamatan secara mikroskopik. Warna merah tersebut disebabkan karena hilangnya
pewarna Kristal violet pada waktu dekolorisasi dengan alkohol kemudian sel
bakteri menyerap pewarna merah yaitu safranin. Bakteri gram negative mengandung
lipid lebih rendah sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terdehidrasi
akibat perlakuan dengan alkohol. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan daya
permeabilitasnya berkurang sehingga zat warna ungu Kristal keluar dari sel
kemudian sel akan menyerap safranin (Jayanti, 2010).
Respon
hambatan mikroba gram positif lebih kuat dibandingkan mikroba gram negative.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan komponen penyusun dinding sel antara mikroba
gram positif dan gram negative. Dinding sel mikroba gram positif banyak
mengandung teikoronat serta molekul polisakarida. Komponen kimia ini melindungi
sel dari kegiatan lisis enzim, sedangkan zat – zat lain menentukkan reaksi sel
pada pengecatan gram dan ada pula yang menarik dan mengikta bakteriofage
(Purwani, 2009).
Pengecatan
gram dilakukan pada kultur bakteri umur 24 jam yang ditumbuhkan pada medium MRS
padat. Bakteri gram positif akan memberikan warna ungu ketika diberi cat gram.
Warna ungun tersebut terjadi karena dinding sel bakteri mengikat cat Kristal
violet yang diperkuat oleh iodine dan Kristal violet tersebut tidak akan hilang
pada waktu diberi cat peluntur sehingga tidak terpengaruh pada saat diberi cat
penutup yang berwarna merah (Romadhon, 2012).
Pewarnaan
dilakukan dengan membuat bekasan isolate digelas obyek, kemudian diwarnai
dengan larutan Kristal violet dan yodium secara bergantian selama beberapa
menit dan dicuci dengan aquadest, selanjutnya dicuci dengan alkohol dan
ditetesi dengan larutan cat penutup safranin. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan mikroskop, bakteri gram positif akan Nampak berwarna ungu,
sedangkan gram negative berwarna merah (Purwohadisantoso, 2009).
Pengecatan
Gram merupakan salah satu pewarnaan yang paling sering digunakan. Preparatus
bakteri dibuat dengan cara, mencampurkan satu usa biak bakteri dari PAD dengan
NaCl fisiologis yang telah diteteskan pada gelas obyek, kemudian dibuat apus
setipis mungkin, dikeringkan dan difikasi diatas lampu spiritus. Preparat apus
ditetesi pewarna pertama dengan karbol gentian violet selama 2 menit, warna
dibuang, ditetesi lugol selama 1 menit, kemudian preparat apus dilunturkan
dengan alkohol 95 % selama 1 menit. Selanjutnya alkohol dibuang, preparat
dicuci dengan aquadest dan diberi pewarna kedua dengan fuschine selama 2 menit.
Warna kemudian dibuang dan dibersihkan dengan akuades, dikeringkan dan diamati
morfologi sel, serta warnanya dibawah mikroskop (Dewi, 2013).
Pewarnaan
Ziehl Neelsen. Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permukaan
sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi tidak
sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian dibiarkan dingin
selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang
mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam alkohol 3% (hydrochloric
acid-ethanol) dituang pada sediaan dan dibiarkan 2- 4 menit kemudian dicuci
dengan air mengalir selama 1-3 menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan
methylene blue 0,1% dituang sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit
lalu larutan dibuang dan dicuci dengan air mengalir (Karuniawati, 2005).
Hasil
pewarnaan Gram menunjukkan bahwa isolat – isolate yang diduga S. aureus secara
morfologi ternyata benar – benar termasuk Gram positif karena sel bakterinya
berwarna ungu. Karakteristik isolate S. aureus pada media menunjukkan bentuk
koloni bulat besar, bulat kecil, berkelompok seperti buah anggur dan beberapa
ireguler dengan warna putih dan kuning terdapat zona bening hemolisis (Prasetyo,
2014).
Bakteri
Gram negative lainnya yang ditemukan adalah Enterobacter aerogenes dan E.coli.
bakteri ini merupakan flora normal usus, bakteri tersebut ditemukan diudara
bersifat sementara. Jenis bakteri Gram negative yang mengkontaminasi udara dan
dapat menyebabkan bahaya pada saluran pernapasan adalah klebsiella pneumonia
dan Pseudomonas aeruginosa (Imaniar, 2010).
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Definisi Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme yang
sangat sederhana yang tidak bernukleus dan sifatnya berbeda dengan organisme
yang mempunyai inti sel. selain itu bakteri merupakan organisme yang sangat
kecil (yang berukuran mikroscopis) akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas
dan sukar untuk melihat morfologinya maka dari itu dilakukan pewarnaan bakteri
yang biasa disebut pengenceran baketri. pada umumnya larutan-larutan zat warna
yang digunakan adalah larutan encer yang lebih dari satu persen.
B. Pewarnaan Bakteri
Pewarnaan
bakteri pada umumnya bertujuan untuk mempermudah dalam pengamatan morfologi
bakteri dengan bantuan mikroskop. Bakteri umumnya tidak berwarna dan hampir
tidak terlihat karena kurang kontras dengan air dimana mereka mungkin berada.
Pewarnaan sangat dibutuhkan untuk melihat bakteri dengan sangat jelas baik
untuk pengamatan intraseluler maupun morfologi keseluruhan. Pewarnaan terhadap
bakteri secara garis besar, dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pewarnaan bakteri hidup
Pewarnaan
bakteri hidup dilakukan dengan menggunakan bahan warna yang tidak toksis tetapi
jarang dikerjakan karena bakteri hidup sukar menyerap warna. Pewarnaan
bakteri hidup dilakukan untuk melihat pergerakan bakteri, serta
pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan tetes gantung (hanging drop)
2. Pewarnaan bakteri mati
Pewarnaan
terhadap bakteri yang telah dimatikan disebut fixed state. Pewarnaan bakteri
mati bertujuan untuk melihat struktur luar bahkan struktur dalam bakteri,
memperjelas ukuran bakteri dan melihat reaksi bakteri terhadap pewarna yang
diberikan sehingga dapat diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari bakteri
tersebut.
C. Macam - Macam Pewarnaan bakteri
1. Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan
yang menggunakan pewarna tunggal. Pewarna tunggal yang biasanya digunakan dalam
pewarnaan sederhana adalah Methylene Blue, Basic Fuchsin, dan Crystal
Violet . Semua pewarna tersebut dapat bekerja dengan baik pada
bakteri karena bersifat basa dan alkalin (kromoforiknya bermuatan positif),
sedangkan sitoplasma bakteri bersifat basofilik (suka terhadap basa) sehingga
terjadilah gaya tarik antara komponen kromofor pada pewarna dengan sel bakteri,
hal tersebut menyebabkan bakteri dapat menyerap pewarna dengan baik.
Pewarnaan sederhana bertujuan untuk memberikan kontras antara bakteri dan latar
belakang. Pewarnaan sederhana dilakukan ketika kita ingin mengetahui
informasi tentang bentuk dan ukuran sel bakteri. Gambar pewarnaan sederhana
yang dilihat dibawah mikroskop
2. Pewarnaan Negatif
Pewarnaan Negatif adalah pewarnaan yang
menggunakan pewarna asam seperti Negrosin, Eosin, atau Tinta India
sebagai pewarna utama. Pewarnaan negatif dilakukan pada bakteri yang
sukar diwarnai oleh pewarna sederhana seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif bertujuan
untuk memberi warna gelap pada latar belakang dan tidak memberi warna pada sel
bakteri. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pewarnaan negatif,
pewarna yang digunakan adalah pewarna asam dan memiliki komponen
kromoforik yang bermuatan negatif, yang juga dimiliki oleh sitoplasma bakteri.
Sehingga pewarna tidak dapat menembus atau berpenetrasi ke dalam sel bakteri
karena negatif charge pada permukaan sel bakteri. Pada pewarnaan negatif
ini, sel bakteri terlihat transparan (tembus pandang). Gambar pewarnaan
negative dilihat dari mikroskop
3. Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan Diferensial adalah teknik
pewarnaan yang dilakukan untuk mengetahui perebedaan antara sel-sel dari
tiap-tiap mikroba. Pewarnaan diferensial menggunakan dua pewarna atau lebih.
Pewarnaan diferensial antara lain meliputi :
a. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram digunakan untuk
membedakan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif berdasarkan sifat
fisik dan kimia dinding sel bakteri. Pewarnaan gram menggunakan pewarna utama
Kristal Violet dan pewarna tandingan Safranin.Keberhasilan
metode ini sangat bergantung pada dinding sel, maka dari itu metode ini tidak
dapat dilakukan pada bakteri yang tidak memiliki dinding sel seperti genus
nacordia dan mycoplasma.
Metode ini diberi nama berdasarkan
penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853 – 1938) yang
mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus
dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Tujuan dari pewarnaan adalah untuk
memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk
bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding
sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada
bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan
sekitarnya. Pewarnaan ini dapat membagi bakteri menjadi gram positif dan gram
negatif berdasarkan kemampuannya untuk menahan pewarna primer (kristal
ungu) atau kehilangan warna primer dan menerima warna tandingan (safranin).
Bakteri gram positif menunjukkan warna biru atau ungu dengan
pewarnaan ini, sedangkan bakteri gram negatif menunjukkan warna merah.
Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah
didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram
positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam presentase
lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada
praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga
memperbesar permeabilitas dinding sel. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel
dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif
sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan
perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan
membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel
berwarna ungu, yang merupakan warna dari Kristal Violet.
Perwarnaan Gram menggunakan Gram A (cat Kristal
violet), Gram B (Lyugol iodine), Gram C (etanol : aseton = 1:1), Gram D (cat
safranin). Cat
Gram A berwarna ungu (kristal violet). Cat Gram A merupakan cat primer
yang akan memberi warna mikroorganisme target. Pada saat diberi cat ini,
semua mikroorganisme akan berwarna ungu sesuai warna cat.
Komposisi cat A yaitu
Ø Kristal
violet
:
2 gram
Ø Alkohol
95% : 20 ml
Ø Aquadest :
80 ml
Ø Amonium
oksalat : 0,8 gram
Cat Gram B berwarna
coklat. Cat Gram B merupakan cat Mordan, yaitu cat atau bahan kimia yang
berfungsi memfiksasi cat primer yang diserap mikroorganisme target.
Akibat pemberian cat Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri akan lebih baik
(lebih kuat). Komposisi cat B yaitu :
Ø Iodium
: 1 gram
Ø Kalium
iodida : 2 gram
Ø Aquadest
: 300ml
Cat Gram C tidak berwarna. Cat ini berfungsi untuk
melunturkan cat sebelumnya. Akibat pemberian cat C akan terjadi 2
kemungkinan : Mikroorganisme
(bakteri) akan tetap berwarna ungu, karena tahan terhadap alkohol. Ikatan
antara cat dengan bakteri tidak dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang
bersifat demikian disebut bakteri Gram positif dan Bakteri tidak akan berwarna, karena tidak tahan
terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri dilunturkan oleh
alkohol. Bakteri yang bersifat demikian dikelompokkan sebagai bakteri
Gram negatif. Komposisi cat C yaitu :
Ø Aceton
: 50 ml
Ø Alkohol
95% : 50 ml
Cat
Gram D Merupakan cat skunder atau kontras. Cat ini berwarna merah berfungsi
sebagai pemberi warna mikroorganisme non target.Cat Skunder mempunyai spektrum
warna yang berbeda dari cat primer. Akibat pemberian cat gram D yaitu Bakteri
gram positif akan tetap berwarna ungu karena tidak jenuh mengikuti cat gram A
sehingga tidak mampu lagi mengikat cat gram D dan Bakteri gram negatif berwarna
merah karena cat sebelumnya telah dilunturkan oleh cat gram C, maka akan mampu
mengikat cat gram D. Komposisi cat gram D yaitu :
Ø Safranin
O :
0,25 gram
Ø Alkohol
95%
: 10 ml
Ø Aquadest :
90 ml
Perbedaan
dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif : Hasil pengamatan
preparat bakteri gram postif dan gram negatif pada mikroskop : S. aureus, gram positif E. Coli , gram negatif
b. Pewarnaan Tahan Asam
Beberapa
spesies bakteri pada genus Mycobacterium, Cryptosporidium dan Nocardia tidak
dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme ini dapat
diwarnai dengan menggunakan Karbol Fuchsin yang dipanaskan. Panas membuat
pewarna dapat terserap oleh sel bakteri karena panas dapat menghilangkan
lapisan lilin pada dinding sel bakteri. Sekali bakteri tahan asam menyerap
karbol fuchsin, maka akan sangat sulit untuk dilunturkan dengan asam-alkohol,
oleh karena itu merka disebut bakteri tahan asam.
Bakteri
tahan asam memiliki kadar lemak (asam mycolic) yang tinggi pada dinding sel
mereka. Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode Ziehl-Neelsen (juga
disebut Hot Stain), bakteri tahan asam akan berwarna merah karena menyerap pewarna
karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat pemanasan dinding sel
bakteri yang memiliki banyak lemak membuka sehingga pewarna dapat
terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan asam alkohol karena pada saat
suhu normal lemak pada dinding sel bakteri kembali menutup, sehingga ketika
diwarnai dengan pewarna tandingan, yaitu Methylene Blue, warnanya tetap merah.
Berbeda
dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap pewarna tandingan yaitu
methylene blue sehingga berwarna biru. Pada metode Kinyoun-Gabbet, tidak
perlu dilakukan pemanasan, maka dari itu metode Kinyoun-Gabbet juga disebut Cold
Stain. Metode Kinyoun-Gabbet tidak perlu dilakukan dengan pemanasan karena pada
pewarna Kinyoun terdapat alkali fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi,
sehingga walau tanpa pemanasan dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding
sel bakteri tahan asam.
Komposisi
Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol 95%, dan aquades. Sebagai
pewarna tandingan adalah Gabbet, yang memiliki komposisi antara lain :
methylene blue, asam sulfat 96%, alkohol murni, dan aquades. Sama seperti pada
metode Ziehl-Neelsen, bakteri tahan asam akan berwarna merah, sedangkan
bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.
4. Pewarnaan Khusus
Pewarnaan
struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri. Yang termasuk dalam
pewarnaan struktural ialah :
a. Pewarnaan Spora
Ada
dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan
genus Clostridium. Strukturspora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif
bakteri disebut sebagai ‘endospora’ (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang
terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora
merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan
serta memiliki beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk
membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.
Menurut
Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan
mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora
terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut
Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan
pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari
pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan penggunaan larutan Hijau
Malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai
dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna merah,
sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan
demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam
tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus
untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan proses
pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga
memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora
bakteri.
Beberapa
zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri,
tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri
mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada
sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh
spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah (asam dupikolinat)
yang kemudian dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal
ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di
atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam
dipikolinan peptidoglikan.
Terdapat
beberapa metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya yaitu metode Schaeffer-Fulton
dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna yang digunakan adalah
hijau malaksit dan safranin, sedangkan pada metode Dorner, pewarna yang
digunakan adalah carbol fuchsin yang dipanaskan dan negrosin.
b. Pewarnaan Kapsul
Beberapa
jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket pada
permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut
kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka
disebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak teratur dan kurang menempel dengan
erat pada sel bakteri disebut selaput lendir.
Kapsul
dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai
makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh inang
maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan
menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat
dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang
bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul.
Ukuran
kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda
diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies. Pada beberapa jenis
bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri
tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa
glukosa (misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula amino
(misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya
polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks
polisakarida, dan glikoprotein ( misalnya B disentri).
Pewarnaan
kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan pewarnaan sederhana,
pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan prosedur dari pewarnaan
sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya adalah ketika kita memanaskan
prepat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul akan hancur, sedangakan apabila
kita tidak melakukan pemanasan pada preparat, bakteri akan tidak dapat menempel
dengan erat dan dapat hilang ketika kita mencuci preparat. Pewarnaan kapsul
menggunakan pewarna Kristal Violet dan sebagai pelunturnya adalah Copper
Sulfate.
Kristal
violet memberikan warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan kapsul. Namun
kapsul bersifat nonionic, sehingga pewarna utama tidak dapat meresap dengan
kuat pada kapsul bakteri. Copper sulfate bertindak sebagai peluntur sekaligus
counterstain, sehingga mengubah warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi biru
muda atau pink. Maka dari itu pada pewarnaan kapsul, kapsul akan transparan
sedangakan sel bakteri dan latar belakangnya akan berwarna biru muda atau
pink.
c. Pewarnaan Granulla
Ada
beberapa metode pewarnaan granula, diantaranya adalah Loeffler, Albert dan
Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan adalah
metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular karena
tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode Albert
sering dibahas pada buku-buku terbitan WHO. Granula metakromatik disebut jga
granula volutin. Granula metakromatik tidak hanya ditemukan pada
Corynebacterium diphteriae tetapi juga di beberapa bakteri selain bakteri
tersebut, fungi, algae, dan protozoa.
Granula
metakromatik mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein. Granula
metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan energi.
Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser C.
Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades.
Neisser B mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan aquades. Sedangkan
neisser C mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode neisser, granula
bakteri berwarna biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A
ditambah neisser B), sedangkan sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan
(warna dari neisser C).
d. Pewarnaan Flagella
Flagel
merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan bakteri dapat
bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut
flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah dan letak
flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik, peritrik dan
atrik. Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat dilihat
dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang cukup. Dua metode
pewarnaan flagella, yaitu metode Gray dan metode Leifson.
Metode
Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan mengena walaupun dalam
metode ini tidak dilakukan pencelupan yang khusus. Pada pewarnaan flagella
larutan kristal violet bertindak sebagai pewarna utama, sedangkan asam
tannic dan alumunium kalium sulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet
akan membentuk endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata
flagel.
D. Prosedur Kerja Pewarnaan Bakteri
1. Pewarnaan Sederhana
a) Dibersihkan
kaca preparat dan cover glass
dengan
menggunakan alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu. Difiksasi
diatas nyala lampu bunsen.
b)
Diambil secara aseptik satu ose
suspensi bakteri dan diratakan diatas kaca preparat.
c)
Dikeringkan kaca preparat dengan
diangin-anginkan hingga terbentuk noda.
d)
Difiksasi dengan dipanaskan diatas
nyala lampu bunsen.
e)
Didinginkan lalu diteteskan larutan zat
warna crystal violet sebanyak 1 atau 2 tetes, dan dibiarkan selama 1
atau 2 menit.
f)
Dicuci dengan aquades sampai sisa-sisa
zat warna tercuci seluruhnya.
g)
Dikeringkan dengan diangin-anginkan.
h)
Diamati dengan menggunakan mikroskop.
2. Pewarnaan Negatif
a)
Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan alkohol sampai bebas
lemak.
b)
Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
c)
Diambil secara aseptik satu ose
suspensi bakteri dan diratakan diatas object glass.
d)
Difiksasi dengan cara dipanaskan diatas
nyala lampu bunsen.
e)
Diteteskan larutan zat warna tinta cina
diatas object glass hingga merata.
f)
Dikeringkan dengan diangin-anginkan.
g)
Diamati dengan menggunakan mikroskop.
3. Pewarnaan Gram
a)
Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan
alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu.
b)
Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
c)
Diambil secara aseptik satu ose
suspensi bakteri dan diratakan diatas object glass.
d)
Dikeringkan object glassdengan
diangin-anginkan hingga terbentuk noda.
e)
Difiksasi dengan dipanaskan diatas
lampu bunsen.
f)
Didinginkan, lalu diteteskan zat warna crystal
violet sebanyak 2 atau 3 tetes dan dibiarkan selama 1 menit.
g)
Dicuci dengan aquades sampai sisa-sisa
zat warna tercuci seluruhnya.
h)
Dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan.
i)
Diteteskan larutan lugol dan dibiarkan
selama 1 menit.
j) Dicuci
dengan aquades dan dikeringkan dengan diangin-anginkan.
k)
Dicuci dengan alkohol selama 30 detik.
l)
Diteteskan larutan zat warna safranin
sebanyak 2 atau 3 tetes.
m)
Dicuci dengan aquades.
n)
Diamati dengan menggunakan mikroskop.
4. Pewarnaan Spora
a)
Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan
alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu.
b)
Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
c)
Diambil secara aseptik satu ose
suspensi bakteri dan diratakan diatas object glass.
d)
Dikeringkan object glass dengan
diangin-anginkan hingga terbentuk noda.
e)
Ditutup object glass dengan
kertas saring.
f)
Diteteskan malachite green
sebanyak 2 atau 3 tetes.
g)
Dilewatkan diatas api lampu bunsen
hingga terlihat uap, jangan sampai zat warna mendidih dan mengering.
h)
Didiamkan 1 menit lalu dibuang kertas saring.
i)
Dicuci dengan aquades dan dibiarkan
selam 30 detik.
j)
Diteteskan safranin dan dibiarkan
selama 30 detik.
k)
Diangin-anginkan
hingga zat warna kering.
l)
Diamati dengan menggunakan mikroskop.
5. Cat Gram A
a)
Tobang kristal violet sebanyak 2 gram
menggunakan kertas timbang pada neraca
b)
Amonium oksalat di timbang sebanya 0,8
gram
c)
Kristal violet dan amonium oksalat di
campur ke dalam mortir dan dihaluskan menggunakan stampler
d)
Tambahkan 80 ml aquadest dan 20 ml
alkohol 95% kedalam mortir
e)
Aduk hingga merata
f)
Masukkan larutan ke dalam botol reagen
menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring
g)
Tutup, beri label, dan simpan botil
reagen
h)
Keringkan kertas saring
6. Cat Gram B
a)
Timbang sebanya 1 gram iodium
menggunakan neraca yang telah dilapisi kertas timbang
b)
Timbang sebanyak 2 gram kalium iodida
menggunakan neraca yang telah dilapisi kertas timbang
c)
Campurkan iodium dan kalium iodida ke
dalam mortir dan haluskan menggunakan stampler
d)
Tambahkan 300 ml aquadest ke dalam
mortir
e)
Aduk hinggal merat
f)
Masukkan larutan ke dalam botol reagen
menggunakn corng yang telah di lapisi kertas saring
g)
Tutup, beri label, dan simpan botol
reagen
h)
Keiringkan kertas saring
7. Cat Gram C
a.
Ukur lah sebanya 50 ml aceton
menggunakan gelas ukur
b.
Ukurlah sebanyak 50 ml alkohol 95%
menggunakan gelas ukur
c.
Campurkan keduanya kedalam botol reagen
menggunakan corong
d.
Tutup, beri label, dan simpan botol
reagen
8. Cat Gram D
a)
Timbang 0,25 gram safranin O
menggunakan neraca yang telah dilapisi kertas timbang
b)
Masukkan safranin ke dalam mortir dan
haluskan menggunakan stampler
c)
Tambahkan 10 ml alkohol 95% dan 90 ml
aquadest ke dalam mortir
d)
Aduk hingga merata
e)
Masukkan larutan kedalam botol reagen
menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring.
f)
Tutup, beri label, dan simpan botol
reagen.
g)
Keringkan kertas saring
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi diatas
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat sederhana
yang tidak bernukleus dan sifatnya berbeda dengan organisme yang mempunyai inti
sel.
2.
Pewarnaan bakteri pada umumnya
bertujuan untuk mempermudah dalam pengamatan morfologi bakteri dengan bantuan
mikroskop.
3.
Teknik perwarnaan bakteri yaitu
Pewarnaan sederhana, Pewarnaan Negatif, Pewarnaan Diferensial, dan Pewarnaan
Khusus.
B. Saran
Saran dari makalah ini kepada pembaca
adalah agar pembaca tidak hanya mengacu pada materi didalam makalah ini
melainkan mencari refrensi lain diluar makalah .
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell,
Recce, Mitchell, 2003, Biologi,
Erlangga, Jakarta.
Dewi,
Amalia K., 2013, Isolasi, Identifikasi Dan Uji Sensitivitas Staphylococcus
aureus Terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kolonprogo, Yogyakarta, Jurnal Sain Veteriner, Vol. 31, No. 2.
Fatimah,
Cut, Urip H., Isma S., Safrida, Ernawati, 2006, Uji Aktivits Antibakteri
Ekstrak Daun Angsana Secara In Vitro, Jurnal
Ilmiah PANNMED, Vol. 1 , No. 1.
Fitri,
L., Yekki Y., 2011, Isolasi Dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri
Kitinolitik, Jurnal Ilmiah Pendidikan
Biologi, Vol. 3 , No. 2.
Imaniar,
Erin, Ety Apriliana, Prambudi R., 2010, Kualitas Mikrobiologi Udara di
Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar
lampung, Medical Journal Of Lampung
University, ISSN 2337-3776.
James,
Joyce, Colin B., Helen S., 2008, Prinsip
– Prinsip Sains Untuk Keperawatan, Erlangga Medical Sains, Jakarta.
Jayanti,
Mirna W., Bernadetta O., Moch Y., 2010, Karakterisasi Bakteri Toleran Uranium
Dalam Limbah Uranium Fase Organik TBP-Kerosin, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX, Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Karuniawati,
A., E. Risdiyani, S. Nilawati, Prawoto, Y. Rosana, B. Alisyabana, L. Parwati,
Wia Melia, T. M. Sudiro, 2005, Perbandingan Tan Thiam Hok, Zienhl Neelsen
dan Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan
Basil. Tahan Asam Untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum, Makara Kesehatan, Vol. 9,
No. 1.
Prasetyo,
Budi, Elizabeth Novi K., 2014, Deteksi Gen tst Isolat Staphylococcus aureus
Melalui Amplifikasi 23S rRNA Asal Usul Kambing dan Sapi Perah, Jurnal Kedokteran Hewan, Vol. 8, No. 1.
Pratita,
Maria Yuli E., Surya Rosa P., 2012 , Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Termofilik Dari Sumber Mata Air Panas Di Songgoriti Setelah Dua Hari Inkubasi, Jurnal Teknik Pomits, Vol. 1, No. 1.
Purwani,
Eni, Setyo Wulang N. H., Rusdin R., 2009, Respon Hambatan Bakteri Gram Positif
Dan Negatif Pada Ikan Nila Yang Diaktifkan Dengan Ekstrak Jahe, Jurnal Kesehatan, Vol. 2, No. 1.
Purwohadisantoso,
Kristian, Elok Z., Ella S., 2009, Isolasi Bakteri Asam Laktat Dari Sayur Kubis
Yang Memiliki Kemampuan Penghambatan Bakteri Patogen, Jurnal Teknologi Pertanian, Vol.
10, No. 1.
Romadhon,
Subagiyo, Sebastian M., 2012, Isolasi dan Karaterisasi Bakteri Asam Laktat dari
Usus Udang Penghasil Bakteriosin Sebagai Agen Antibakteria Produk – Produk
Hasil Perikanan, Jurnal Saintek Perikanan,
Vol. 8, No. 1 .
Samsundari,
Sri, 2006, Pengujian Ekstrak Temulawak dan Kunyit Terhadap Resistensi Bakteri
Aeromonas hydrophilla Yang Menyerang Ikan Mas, Gamma, Vol. 11, No. 1 .
terimakasih, makalahnya sangat membantu saya dalam memahami pewarnaan bakteri
BalasHapus