Sabtu, 06 Februari 2016

Laporan Farmasi Fisik I - Kinetika Reaksi Kimia

A.    TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah Mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dan Menentukan waktu kadaluwarsa obat.
B.     LANDASAN TEORI
Kinetika reaksi adalah suatu cabang dari ilmu kimia yang mempelajari tentang mekanisme reaksi, yaitu bagaimana reaksi itu terjadi dan kecepatan terjadinya reaksi. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia dikembangkan suatu model persamaan kecepatan reaksi yang menguji bahwa reaksi tersebut mengikuti tingkat atau orde keberapa yang kemudian diperoleh suatu harga konstanta kecepatan reaksi (Dewati, 2010).
   Energi aktivasi sangat dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi, semakin besar konstanta laju reaksi semakin kecil energi aktivasinya. Dengan energi aktivasi yang kecil diharapkan reaksi semakin cepat berlangsung. Pengaruh konstanta laju reaksi terhadap energi aktivasi dapat dilihat dari persamaan Arrhenius k = Ae−Ea/RT yang semakin besar nilai konstanta laju reaksi, energi aktivasinya akan semakin kecil (Desnelli, 2009).
Laju atau kecepatan suatu reaksi di berikan sebagai ± . Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hukum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar reatan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zat yang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi k adalah konstanta laju. Laju berkurangnya masing-masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi. Orde reaksi dari hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrai reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu (Martin, 1993).
Orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam bentuk diferensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat kecil, namun dalam beberapa hal pecahan atau nol. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak lama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi. Reaksi Orde Nol. Suatu reaksi disebut orde ke nol terhadap suatu pereaksi jika laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Jika [A] adalah konsentrasi dan [A]0 adalah konsentrasi pada saat t = 0 (Prayitno, 2007).
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi produk obat dan pangan sudah banyak diungkapkan dengan model matematik. Berdasarkan fakta ini dijelaskan seberapa jauh reaksi akan berlangsung lebih cepat, jika obat-obatan  disimpan dalam suhu tinggi. Jika faktor akselerasi suhu ini bias ditentukan, maka dapat dilakukan ekstrapolasi ke suhu yang lebih rendah dimana umumnya produk tersebut didistribusikan. Selanjutnya faktor akselerasi tersebut dimanfaatkan untuk memperkirakan umur simpannya (Cahyadi, 2006).

C.    ALAT DAN BAHAN
1.      Alat
Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :
a.       Botol Semprot
b.      Elektromantel
c.       Filler
d.      Gelas Kimia  500 ml 3 buah
e.       Labu Takar 25 & 250 ml
f.       Pipet Ukur 5 & 25 ml
g.      Statif dan Klem
h.      Spektrofotometer 20 D
i.        Tabung Reaksi
j.        Termometer air raksa
2.      Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a.       Alkohol 96% (C2H5OH)
b.      Asetosal (C9H8O4)
c.       Aquadest (H2O)
d.      Besi (III) Klorida (FeCl3)

F. PEMBAHASAN
Kinetika kimia atau kinetika reaksi mempelajari laju reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi kimia.
Reaksi dapat berlangsung dengan laju yang bervariasi, ada yang serta merata, perlu cukup waktu (pembakaran) atau waktu yang sangat lama.  Laju reaksi suatu reaksi kimia merupakan pengukuran bagaimana konsentrasi ataupun tekanan zat-zat yang terlibat dalam reaksi berubah seiring dengan berjalannya waktu. Analisis laju reaksi sangatlah penting dan memiliki banyak kegunaan, misalnya dalam teknik kimia dan kajian kesetimbangan kimia. Adapun faktor-faktor  yang mempengaruhi laju reaksi diantaranya adalah suhu karena semakin besar suhunya akan semakin stabil sehingga larutan akan terbaca dalam spektronic, begitu juga dengan kepekatan sangat mempengaruhi laju reaksi karena semakin pekat suatu larutan semakin sulit untuk terbaca dalam spektronic, Konsentrasi reaktan mempengaruhi karena yang biasanya membuat reaksi berjalan dengan lebih cepat apabila konsentrasinya dinaikkan, selain itu tekanan juga dapat meningkatkan laju reaksi dengan meningkatkan tekanan, serta luas permukaan yang besar akan meningkatkan laju reaksi.
            Laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Hubungan ini ditentukan oleh persamaan laju tiap-tiap reaksi. Perlu diperhatikan bahwa beberapa reaksi memiliki kelajuan yang tidak tergantung pada konsentrasi reaksi. Kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi. orde reaksi yang dimaksud  yaitu orde nol, orde I dan orde II. Pada reaksi orde nol, kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan.Pada reaksi orde satu, kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan.
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula. Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian yang berbeda pada kondisi yang berbeda.
Percobaan ini digunakan asetosal. Serbuk asam asetil salisilat atau asetosal, tidak berwarna atau kristal putih atau serbuk granul kristal yang berwarna putih. Asam asetil salisilat stabil dalam udara kering tetapi tergradasi perlahan jika terkena air. Larutan uji tersebut dipanaskan pada suhu 400C dan 700 C. Pemanasan tersebut bertujuan agar larutan uji mengalami proses penguraian zat aktifnya. Semakin lama larutan uji dipanaskan maka zat aktifnya makin terurai. Sehingga makin lama pemanasan maka makin berkurang pula konsentrasinya. Adapun guna divariasikannya suhu yaitu untuk melihat bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi serta untuk menentukan konstanta laju reaksi kemudian dihubungkan dengan energy aktivasi. Larutan asetosal masing-masing dipipet 5 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang kemudian di panaskan dalam air pada suhu 400 C. dan 700 C
Setelah lima menit pertama, tabung pertama diangkat dan segera didinginkan. Pendinginan dilakukan agar reaksinya berhenti dan dapat diukur absorbansi atau nilai serapannya. Hal yang sama dilakukan pada tabung lainnya masing-masing dengan selang waktu lima menit. Selang waktu tertentu mengakibatkan perbedaan lama waktu pemanasan pada masing-masing waktu. Perbedaan lama waktu tersebut dibuat untuk mengetahui pengaruh lama  waktu pemanasan terhadap laju reaksi masing-masing asetosal pada tabung yang berbeda.
Adapun tujuan ditetesi dengan larutan FeCl3 adalah agar terbentuk kompleks antara Fe3+ dengan asetosal sehingga terjadi perubahan warna dari berwarna bening menjadi berwarna keunguan yang tidak terlalu pekat. Dengan adanya warna ini maka dapat dihitung nilai absorbansinya (yang digunakan untuk nilai log C) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Secara sederhana, prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar tampak tersebut hanya dapat melewati larutan berwarna, sehingga untuk larutan yang tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih dahulu. Nilai konsentrasi suatu obat berbanding lurus dengan nilai absorbansinya sehingga dengan diketahuinya nilai absorbansi maka konsetrasi nya juga dapat diketahui.
Pada suhu 40o C diperoleh absorbansi yaitu Pada tabung yang pertama dengan waktu pemanasan selama 5 menit didapatkan absorbansi 0,125 , pada tabung yang kedua dengan pemanasan selama 10 menit didapatkan absorbansi 0,612, pada tabung ketiga dengan waktu pemanasan selama 15 menit didapatkan nilai absorbansi 0,622, waktu pemanasan selama 20 menit didapatkan nilai absorbansi 0,712 , sedangkan pada tabung yang kelima dengan waktu pemanasan selama 25 menit didapatkan nilai absorbansi 0,811.
Pada suhu 70o C diperoleh nilai absorbansi yaitu Pada tabung yang pertama dengan waktu pemanasan selama 5 menit didapatkan absorbansi 0,011 , pada tabung yang kedua dengan pemanasan selama 10 menit didapatkan absorbansi 0,007, pada tabung ketiga dengan waktu pemanasan selama 15 menit didapatkan nilai absorbansi 0,018 waktu pemanasan selama 20 menit didapatkan nilai absorbansi 0,121, sedangkan pada tabung yang kelima dengan waktu pemanasan selama 25 menit didapatkan nilai absorbansi 0,401 . hasil yang diperoleh pada penentuan kadaluwarsa obat yaitu pada pemanasan 70o C t90 % yaitu 1.544.117 menit dan untuk pemanasan 40o C t90 % yaitu 664.556 menit.
            Aplikasi kinetika reaksi kimia dalam dunia farmasi yaitu dalam pembuatan obat. Dengan mempelajari kinetika reaksi maka kita dapat mengetahui laju reaksi obat terhadap kerja enzim dan untuk mengetahui profil fisika kimia yang lengkap dari bahan obat yang tersedia, yaitu dengan diketahui stabilitas suatu obat, maka kita dapat mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia dari obat tersebut. sangat penting dimana kita dapat mengetahui dan menetapkan massa kadaluwarsa dari setiap sediaan obat atau makanan yang diproduksi.

 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinetika reaksi dipengaruhi oleh perubahan suhu (T) dan waktu perlakuan (t). Waktu kadaluwarsa asetosal yang dpanaskan pada suhu 40°C dan 70°C berturut-turut ialah 664.556 menit dan 1.544.117 menit.


DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Wisnu., 2006, Penentuan Konstanta Laju Penurunan Kadar Iodat dalam Garam Iodium, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 17 No. 1.
Desnelli dan Zainal Fanani., 2009, Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa Medium, Jurnal Penelitian Sains, Vol. 12 No. 1.
Dewati, Retno., 2010, Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan dengan Oksidator H2O2, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 10 No. 1.
Martin, Alfred, dkk, 1993, Farmasi Fisik. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Prayitno, 2007, Kajian Kinetika Kimia Model Matemati Reduksi Kadmium Melalui Laju Reaksi, Konstante dan Orde Reaksi Dalam Proses, Ganendra, Vol. 10 No. 1.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar