A. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah Mempelajari
kinetika suatu reaksi kimia dan Menentukan waktu kadaluwarsa obat.
B.
LANDASAN
TEORI
Kinetika reaksi
adalah suatu cabang dari ilmu kimia yang mempelajari tentang mekanisme reaksi,
yaitu bagaimana reaksi itu terjadi dan kecepatan terjadinya reaksi. Untuk
menentukan kecepatan reaksi kimia dikembangkan suatu model persamaan kecepatan
reaksi yang menguji bahwa reaksi tersebut mengikuti tingkat atau orde keberapa
yang kemudian diperoleh suatu harga konstanta kecepatan reaksi (Dewati, 2010).
Energi aktivasi sangat dipengaruhi oleh konstanta laju
reaksi, semakin besar konstanta laju reaksi semakin kecil energi aktivasinya.
Dengan energi aktivasi yang kecil diharapkan reaksi semakin cepat berlangsung.
Pengaruh konstanta laju reaksi terhadap energi aktivasi dapat dilihat dari
persamaan Arrhenius k = Ae−Ea/RT yang semakin besar nilai konstanta
laju reaksi, energi aktivasinya akan semakin kecil (Desnelli, 2009).
Laju atau
kecepatan suatu reaksi di berikan sebagai ± . Artinya terjadi penambahan (+)
atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hukum aksi
massa, laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi
molar reatan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan
jumlah molekul dari zat-zat yang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi k adalah
konstanta laju. Laju berkurangnya masing-masing komponen reaksi diberikan dalam
bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam
reaksi. Orde reaksi dari hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju
reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrai reaktan dipangkatkan dengan
bilangan tertentu (Martin, 1993).
Orde
reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam bentuk diferensial. Secara
teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat kecil, namun dalam beberapa hal
pecahan atau nol. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak
lama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi. Reaksi Orde Nol.
Suatu reaksi disebut orde ke nol terhadap suatu pereaksi jika laju reaksi tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Jika [A] adalah konsentrasi dan
[A]0 adalah konsentrasi pada saat t = 0 (Prayitno, 2007).
Pengaruh suhu terhadap kecepatan
reaksi produk obat dan pangan sudah banyak diungkapkan dengan model matematik.
Berdasarkan fakta ini dijelaskan seberapa jauh reaksi akan berlangsung lebih
cepat, jika obat-obatan disimpan dalam suhu tinggi. Jika faktor
akselerasi suhu ini bias ditentukan, maka dapat dilakukan ekstrapolasi ke suhu
yang lebih rendah dimana umumnya produk tersebut didistribusikan. Selanjutnya
faktor akselerasi tersebut dimanfaatkan untuk memperkirakan umur simpannya
(Cahyadi, 2006).
C.
ALAT DAN BAHAN
1.
Alat
Alat – alat yang
digunakan pada percobaan ini adalah :
a.
Botol Semprot
b.
Elektromantel
c.
Filler
d.
Gelas Kimia 500 ml 3 buah
e.
Labu Takar 25 & 250 ml
f.
Pipet Ukur 5 & 25 ml
g.
Statif dan Klem
h.
Spektrofotometer 20 D
i.
Tabung Reaksi
j.
Termometer air raksa
2.
Bahan
Bahan
– bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a.
Alkohol 96% (C2H5OH)
b.
Asetosal (C9H8O4)
c.
Aquadest (H2O)
d.
Besi (III)
Klorida (FeCl3)
F. PEMBAHASAN
Kinetika kimia atau kinetika reaksi mempelajari laju reaksi
dalam suatu reaksi
kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi reaksi
terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi
dan keadaan
transisi dari suatu reaksi kimia.
Reaksi
dapat berlangsung dengan laju yang bervariasi, ada yang serta merata, perlu
cukup waktu (pembakaran) atau waktu yang sangat lama. Laju reaksi suatu
reaksi kimia merupakan pengukuran bagaimana konsentrasi ataupun tekanan zat-zat
yang terlibat dalam reaksi berubah seiring dengan berjalannya waktu. Analisis
laju reaksi sangatlah penting dan memiliki banyak kegunaan, misalnya dalam
teknik kimia dan kajian kesetimbangan kimia. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi diantaranya adalah suhu karena semakin besar suhunya
akan semakin stabil sehingga larutan akan terbaca dalam spektronic, begitu juga
dengan kepekatan sangat mempengaruhi laju reaksi karena semakin pekat suatu
larutan semakin sulit untuk terbaca dalam spektronic, Konsentrasi reaktan
mempengaruhi karena yang biasanya membuat reaksi berjalan dengan lebih cepat
apabila konsentrasinya dinaikkan, selain itu tekanan juga dapat meningkatkan
laju reaksi dengan meningkatkan tekanan, serta luas permukaan yang besar akan
meningkatkan laju reaksi.
Laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi.
Hubungan ini ditentukan oleh persamaan laju tiap-tiap reaksi. Perlu
diperhatikan bahwa beberapa reaksi memiliki kelajuan yang tidak tergantung pada
konsentrasi reaksi. Kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu
jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi. orde reaksi
yang dimaksud yaitu orde nol, orde I dan orde II. Pada reaksi orde nol,
kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan.Pada reaksi orde
satu, kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan.
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu
obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula. Obat yang sama dapat
menunjukkan orde penguraian yang berbeda pada kondisi yang berbeda.
Percobaan
ini digunakan asetosal. Serbuk asam asetil salisilat atau asetosal, tidak
berwarna atau kristal putih atau serbuk granul kristal yang berwarna putih.
Asam asetil salisilat stabil dalam udara kering tetapi tergradasi perlahan jika terkena air. Larutan uji
tersebut dipanaskan pada suhu 400C dan 700
C. Pemanasan tersebut bertujuan
agar larutan uji mengalami proses penguraian zat aktifnya. Semakin lama larutan
uji dipanaskan maka zat aktifnya makin terurai. Sehingga makin lama pemanasan
maka makin berkurang pula konsentrasinya. Adapun guna divariasikannya suhu
yaitu untuk melihat bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi serta
untuk menentukan konstanta laju reaksi kemudian dihubungkan dengan energy
aktivasi.
Larutan asetosal masing-masing
dipipet 5 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang kemudian di panaskan dalam
air pada suhu 400 C. dan 700 C
Setelah
lima menit pertama, tabung pertama diangkat dan segera didinginkan. Pendinginan
dilakukan agar reaksinya berhenti dan dapat diukur absorbansi atau nilai
serapannya. Hal yang sama dilakukan pada tabung lainnya masing-masing dengan
selang waktu lima menit. Selang waktu tertentu mengakibatkan perbedaan lama
waktu pemanasan pada masing-masing waktu. Perbedaan lama waktu tersebut dibuat
untuk mengetahui pengaruh lama waktu
pemanasan terhadap laju reaksi masing-masing asetosal pada tabung yang berbeda.
Adapun
tujuan ditetesi dengan larutan FeCl3 adalah agar terbentuk kompleks
antara Fe3+ dengan asetosal sehingga terjadi perubahan warna dari
berwarna bening menjadi berwarna keunguan yang tidak terlalu pekat. Dengan
adanya warna ini maka dapat dihitung nilai absorbansinya (yang digunakan untuk
nilai log C) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Secara
sederhana, prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak
yang kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati
sehingga serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar
tampak tersebut hanya dapat melewati larutan berwarna, sehingga untuk larutan
yang tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih dahulu. Nilai konsentrasi suatu obat
berbanding lurus dengan nilai absorbansinya sehingga dengan diketahuinya nilai
absorbansi maka konsetrasi nya juga dapat diketahui.
Pada
suhu 40o C diperoleh absorbansi yaitu Pada tabung yang pertama dengan waktu pemanasan selama 5
menit didapatkan absorbansi 0,125 , pada tabung yang kedua dengan pemanasan
selama 10 menit didapatkan absorbansi 0,612, pada tabung ketiga dengan waktu
pemanasan selama 15 menit didapatkan nilai absorbansi 0,622, waktu pemanasan
selama 20 menit didapatkan nilai absorbansi 0,712 , sedangkan pada tabung yang
kelima dengan waktu pemanasan selama 25 menit didapatkan nilai absorbansi 0,811.
Pada suhu 70o C
diperoleh nilai absorbansi yaitu Pada tabung yang pertama dengan waktu
pemanasan selama 5 menit didapatkan absorbansi 0,011 , pada tabung yang kedua
dengan pemanasan selama 10 menit didapatkan absorbansi 0,007, pada tabung
ketiga dengan waktu pemanasan selama 15 menit didapatkan nilai absorbansi 0,018
waktu pemanasan selama 20 menit didapatkan nilai absorbansi 0,121, sedangkan
pada tabung yang kelima dengan waktu pemanasan selama 25 menit didapatkan nilai
absorbansi 0,401 . hasil yang diperoleh pada penentuan kadaluwarsa obat yaitu
pada pemanasan 70o C t90 % yaitu 1.544.117 menit dan
untuk pemanasan 40o C t90 % yaitu 664.556 menit.
Aplikasi kinetika reaksi kimia dalam dunia farmasi yaitu dalam pembuatan
obat. Dengan mempelajari kinetika reaksi maka kita dapat mengetahui laju reaksi
obat terhadap kerja enzim dan untuk
mengetahui profil fisika kimia yang lengkap dari bahan obat yang tersedia,
yaitu dengan diketahui stabilitas suatu obat, maka kita dapat mengetahui
sifat-sifat fisika dan kimia dari obat tersebut. sangat penting dimana kita
dapat mengetahui dan menetapkan massa kadaluwarsa dari setiap sediaan obat atau makanan yang
diproduksi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kinetika reaksi dipengaruhi oleh perubahan suhu (T) dan waktu perlakuan (t).
Waktu kadaluwarsa asetosal yang dpanaskan pada suhu 40°C dan 70°C
berturut-turut ialah 664.556 menit dan 1.544.117 menit.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyadi, Wisnu., 2006, Penentuan Konstanta Laju Penurunan
Kadar Iodat dalam Garam Iodium, Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan,
Vol. 17 No. 1.
Desnelli dan Zainal Fanani., 2009, Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan
Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa Medium, Jurnal
Penelitian Sains,
Vol. 12 No. 1.
Dewati, Retno., 2010, Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut
Siwalan dengan Oksidator H2O2, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 10 No. 1.
Martin, Alfred,
dkk, 1993, Farmasi Fisik. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu
Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Prayitno,
2007, Kajian Kinetika Kimia Model Matemati Reduksi Kadmium Melalui Laju Reaksi,
Konstante dan Orde Reaksi Dalam Proses, Ganendra,
Vol. 10 No. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar